BAB IV
MERANTAU KE JAKARTA
Irfan dan Mas Banu pun resmi tinggal di Jakarta. Mereka berdua tinggal di Apartemen Mediterania. Sebuah apartemen di bilangan Jakarta Barat. Papi merekalah yang berjasa sudah menyediakan apartemen tersebut. Mereka tinggal di lantai 15 apartemen tersebut.
Pukul enam pagi, Irfan membuka mata. Ia bangkit dari tidurnya. Kemudian, dia membuka tirai di kamarnya itu. Tampaklah langit Jakarta pagi itu yang sangat cerah.
Irfan teringat akan handphonenya yang belum dilihat dari semalam. Ia pun mengambil handphone. Tampak tertera pada layar handphone, notifikasi WA. Seketika itu, dia langsung membuka chat tersebut, ternyata ada pesan dari kekasihnya yang berbunyi:
Halo, beib, sudah sampai belum di Jakarta?
Irfan segera membalasnya:
Sudah nih, sweety. Tadi malam sampainya. Cuma karena aku lelah dan mengantuk, aku pun langsung tertidur.
Selesai membalas, Irfan meletakkan handphone. Ia pun bergegas mandi. Selesai mandi, ketika hendak membuka pintu kamar mandi, dia dikagetkan dengan keberadaan Mas Banu yang sudah berdiri di depan pintu kamar mandi. Begitu Irfan keluar, kakaknya itu segera menyelonong masuk kamar mandi. Ia pun segera berganti pakaian. Tidak lama, kakaknya itu selesai mandi. Tanpa berpakaian dahulu, dalam kondisi berlilitkan handuk, kakak laki-lakinya tersebut langsung menanyakan agenda hari ini.
"Fan, hari ini, kamu agendanya apa?" tanya Mas Banu.
"Mas, pakai baju dulu, kenapa?" protes Irfan.
"Ah, sama-sama cowok ini," sahut Mas Banu yang tidak mempunyai rasa malu sama sekali.
Namun, Mas Banu pun mengalah. Ia mengambil pakaian. Kemudian, dia segera mengenakan pakaian itu.
"Dah, nih Fan. Terus apa agendamu hari ini?" tanya mas Banu mengulangi pertanyaan tadi.
"Agendaku hari ini, rencananya mau keliling-keliling Jakarta, sih, Mas, sambil cari homeschooling buatku," jawab Irfan.
"Homeschooling gak usah cari, nanti Mas ngehubungin teman Mas saja yang punya kenalan guru homeschooling," ujar Mas Banu.
"Oh, gitu. Ya sudah, makasih, Mas," sahut Irfan.
"Oia, kita mau jalan-jalan mulai jam berapa?" tanya Mas Banu lagi.
"Bentar lagi, mas," jawab Irfan.
Irfan dan Mas Banu segera bersiap-siap untuk berkeliling kota Jakarta. Hari itu, mereka berkeliling keluar masuk mall mencari pakaian karena Irfan hanya membawa sedikit pakaian dari Semarang. Selain itu, mereka juga membeli beberapa bahan makanan untuk persediaan sehari-hari. Mereka pun juga mencoba menaiki MRT dan Trans Jakarta karena transportasi tersebut tidak ada di Semarang.
Irfan dan Mas Banu pulang ke apartemen jam sembilan malam. Namun, sebelumnya, mereka menyempatkan diri untuk makan malam terlebih dahulu. Tiba di apartemen, Irfan dan kakaknya itu bergantian mandi. Namun, sebelum mereka beristirahat, mereka menyempatkan diri untuk berbincang-bincang sejenak di ruang tamu.
"Mas, sudah jadi hubungi teman mas?" tanya Irfan.
"Belum. Besok pagi deh, mas akan hubungi teman mas itu," jawab Mas Banu.
"Oke, mas, aku tunggu," ujar Irfan.
"Oke. Omong-omong, mas tidur di kamar sebelah aja, ya," kata Mas Banu.
"Kok, di kamar sebelah? Sekamar sama aku juga masih cukup, kok. Buktinya semalam bisa, kan," ujar Irfan.
"Gak mau, ah. Takut diapa-apain sama kamu. Nanti mas digrepe-grepe kamu lagi," tolak Mas Banu.
"Sembarangan. Emang aku homo, Mas," sanggah Irfan, "lagipula, kalau aku homo, sudah dari semalam, mas, aku grepe-grepe."
"Tuh, kan, ada niat. Fan, kalau gak ada Sheren, kamu jangan khilaf gitu, main sama cowo, apalagi sama kakakmu ini," ujar Mas Banu
"Ih, itu kan, kalau, Mas," ketus Irfan.
"Iya, iya. Udah jangan cemberut gitu, dong, mukanya. Ngambekan amat adik mas ini," ujar Mas Banu.
"Habis, mas, begitu," sahut Irfan.
"Ya sudah. Mas, pokoknya tetap tidur kamar sebelah aja. Mas kepengen menyendiri soalnya," kata Mas Banu.
"Alah paling gak mau diganggu aja tuh. Pasti mau vcsan sama mba Cheryl," serang Irfan balik meledek kakaknya.
"Anak kecil jangan sok tahu deh," ujar Mas Banu.
"Enak aja aku dibilang anak kecil. Aku sudah umur 17 tahun, tahu," Irfan menjadi kesal dibilang masih anak kecil.
Irfan pun melempar bantal ke Mas Banu untuk melampiaskan kekesalannya. Kakaknya pun menangkisnya.
"Iya, iya. Kamu bukan anak kecil," kata Mas Banu, "omong-omong, kamu kapan mulai ada syuting lagi, Fan?"
"Belum tahu, nih, Mas. Om Ramdan belum hubungi aku lagi," jawab Irfan.
"Oh gitu. Ya udah, mas bobo dulu ya, besok mas mau cari kerja sampingan sementara," ujar Mas Banu.
"Ya udah, sono, gih. Daripada ngejekin aku mulu," sahut Irfan.
"Cie, ngambek," ledek Mas Banu.
Irfan mau melempar bantal lagi ke muka Mas Banu. Namun, kakaknya itu segera berlari ke kamar. Ia pun mengurungkan niatnya melempar bantal. Dia meletakkan bantal itu ke sofa. Kemudian, ia pun menyusul masuk ke dalam kamarnya. Dia pun segera berbaring di tempat tidur.
***
Besoknya, jam tujuh pagi, Irfan terbangun karena kaget mendengar suara nada dering handphone. Ia pun mengambil handphone. Kemudian, dia melihat layar handphone. Tampak nomor asing tertera di layar handphone. Irfan pun mengangkat telepon tersebut.
"Halo," kata Irfan.
"Halo, bisa berbicara dengan Irfan," kata suara di ujung telepon.
"Iya, saya sendiri. Ini dengan siapa ya?" tanya Irfan.
"Oia, perkenalkan saya Mukhlis, temannya Om Ramdan, produser iklan," jelas Mukhlis.
"Oh, iya. Ada apa ya?" tanya Irfan lagi.
"Begini, besok, apakah kamu ada waktu? Oia, omong-omong, ini kamu masih di Semarang atau ada di Jakarta, ya?"
"Aku sudah pindah ke Jakarta sekarang. Besok, kenapa, ya?"
"Besok, kita ketemu di Studio Persari untuk syuting iklan, bisa, kan?"
"Hmm, bisa. Jam berapa, ya?"
"Jam 10.00 pagi aja. Tepat ya, datangnya. Jangan telat," pesan Mukhlis.
"Siap, Om," sahut Irfan.
"Eh, jangan panggil om. Aku masih muda, kok, panggil bang aja," ujar Mukhlis.
"Oke, Bang Mukhlis."
Mukhlis pun menyudahi percakapan di telepon dengan Irfan. Kemudian, Irfan meletakkan handphone. Ia pun segera mandi. Selanjutnya, dia menyiapkan sarapan di dapur. Selagi asyik di dapur, secara tiba-tiba, Mas Banu muncul di hadapannya.
"Eh, sudah dibikinkan sarapan saja nih sama adik tercinta," ujar mas Banu.
"Mas, ih, bangun-bangun langsung ke dapur. Sana mandi dulu, gih. Bau tahu," seru Irfan sambil menutup hidungnya.
Irfan pun mendorong Mas Banu ke arah kamar mandi. Kakaknya itu pun segera mandi. Sedangkan, ia kembali ke ruang makan. Irfan menunggu kakak laki-lakinya itu di ruang makan. Tak berapa lama, Mas Banu pun datang ke ruang makan.
"Fan, nih, mas udah mandi. Berarti boleh sarapan, dong," kata mas Banu.
"Nah, gitu dong. Oia, Mas, tadi aku dapat telepon dari seseorang, namanya bang Mukhlis, temannya om Ramdan, minta aku besok datang syuting iklan di studio Persari," jelas Irfan, "besok, mas ada waktu kan? Temenin aku ya."
"Siap. Buat adikku yang manis ini, mana mungkin sih gak ditemeni," sahut Mas Banu.
"Oia, mas, udah jadi cari guru homeschooling buatku?" tanya Irfan.
"Oia, bentar mas telepon dulu teman mas, Mas Firhan," jawab Mas Banu.
"Mas Firhan yang polisi itu mas?"
"Iya, dia punya adik sepupu. Adik sepupunya itu kerjanya jadi guru homeschooling."
"Cewek atau cowok mas?"
"Mas gak tahu."
Mas Banu pun menelepon Mas Firhan.
"Halo," sapa Mas Banu.
"Halo. Ini siapa, ya?" tanya Mas Firhan.
"Ini gue Banu, Han," jawab Mas Banu.
"Eh, Ban, apa kabar?" ujar Mas Firhan
"Gue baik-baik aja, Han. Lu sendiri gimana?" sahut Mas Banu.
"Baik juga. Btw di mana lu sekarang?"
"Gue dan adik gue yang bungsu pindah ke Jakarta. Maklum adik gue sekarang artis. Makanya ini ngehubungi lu mau cari guru homeschooling buat dia. Adik sepupu lu masih jadi guru homeschooling, kan?" Mas Banu menjelaskan maksud menelepon Mas Firhan.
"Si Irfan sekarang jadi artis?" tanya Mas Firhan memastikan lagi.
"Iya, Han," sahut Mas Banu.
"Wuih hebat, masih muda sudah jadi artis aja," puji Mas Firhan.
"Omong-omong, gimana soal adik sepupu lu? Masih jadi guru homeschooling?" Mas Banu mengulangi pertanyaannya lagi.
"Masih, Ban. Nanti gue coba tanya dulu adik sepupu gue ya, mau apa nggak," ujar Mas Firhan.
"Oke, Han," sahut Mas Banu.
"Oia, Ban, omong-omong, lu tinggal di mana?" tanya Mas Firhan.
"Gue sama adik gue tinggal di Apartemen Mediterania nih," jawab Mas Banu.
"Lah, deket dong, sama rumah gue," ujar Mas Firhan.
"Emang lu tinggal di mana?" tanya Mas Banu.
"Rumah gue, kan, di Kemanggisan. Kapan-kapan mampir lah? Udah lama kan kita gak ketemu," seru Mas Firhan.
"Iya, Han. Nanti kalau gue udah ada waktu, ya," jawab Mas Banu.
"Oke deh," sahut Mas Firhan.
"Eh, iya, Han, udah dulu ya. Besok lagi lanjut ngobrolnya."
"Oke deh."
Mas Banu mengakhiri pembicaraan di telepon. Ia pun segera menyampaikan kepada Irfan mengenai pembicaraan di telepon bahwa Mas Firhan akan menanyakan terlebih dahulu ke sepupunya bersedia atau tidak. Dia dan adik bungsunya itu pun melanjutkan sarapan. Seusai sarapan, Mas Banu kembali ke kamarnya. Sementara, adiknya itu menelepon kekasihnya di kamar sendiri.
"Halo, Sher," sapa Irfan.
"Halo, Fan, gimana di Jakarta udah betah belum?" tanya Sheren.
"Belom kerasa lah, baru juga dua hari," jawab Irfan.
"Hehehe, iya yah, beib. Udah kemana aja nih, beib?" tanya Sheren lagi.
"Kemarin sih sama mas Banu cuma keliling-keliling keluar masuk mall aja sama nyobain naik MRT dan Trans Jakarta," jelas Irfan, "omong-omong, gimana di Semarang? Apa kabar Leon dan Yuno?"
"Kabar Kak Leon dan Kak Yuno baik kok. Mereka kayaknya sudah punya pacar, deh," ungkap Sheren.
"Oh ya, kok, mereka gak kasih kabar ke aku, ya," sahut Irfan.
"Wah, ga tahu deh, beib," kata Sheren.
"Hmm, okay, deh."
"Oia, kan liburan masih lama, nih, ternyata, mungkin minggu depan aku akan ke Jakarta. Aku perginya sama papa juga karena kebetulan papa mau ke kantor yang di Jakarta selama 3 minggu. Aku paling menginap di apartemennya papa di Apartemen Mediterania juga," terang Sheren.
"Hmm, okay deh, kabar-kabari aja ya, kalau udah di Jakarta," ujar Irfan.
"Iya, beib, santai aja," sahut Sheren.
"Eh, udahan dulu ya, kayaknya Mas Banu memanggil," kata Irfan menyudahi teleponnya karena mendengar samar-samar namanya dipanggil.
"Oke, beib."
Irfan mematikan panggilan di handphone. Kemudian, ia meletakkan handphone di atas meja. Dia pun langsung bergegas menuju ke kamar Mas Banu.
"Mas, tadi manggil aku?" tanya Irfan.
"Iya," jawab Mas Banu.
"Ada apa emangnya mas tadi manggil aku?" tanya Irfan lagi.
"Oh, ini. Mas mau mengabarkan barusan Mas Firhan ngehubungi mas lagi katanya adik sepupunya bisa bantu ngajar kamu homeschooling mulai bulan depan," jelas Mas Banu.
"Oh, oke deh mas," sahut Irfan.
Irfan keluar dari kamar Mas Banu. Hari itu, aktifitasnya hanya bermain game di handphone saja karena fasilitas di apartemen belum lengkap. Sore harinya, ia ingin ke tempat fitness center di lantai bawah.
"Mas, aku ke fitness center dulu, ya. Mau ikut gak?" ajak Irfan.
"Gak ah, mas mau bobo," tolak mas Banu.
"Ntar tambah gendut loh, mas, gak olahraga, nanti Mba Cheryl gak jadi mau nikah sama mas, loh," ledek Irfan.
"Biar aja gendut, yang penting imut," sahut Mas Banu.
"Ih, najis deh masku," ujar Irfan.
"Najis, najis, juga masih masmu," balas Mas Banu.
"Iya, deh. Udah ah, aku mau jalan ke fitness center," pamit Irfan.
Irfan pun segera pergi ke fitness center. Di fitness center, ia mendapat teman baru yang ternyata adalah seorang polisi. Polisi itu bernama Yugo Iriawan, biasa dipanggil Yugo. Irfan berolahraga hampir 2 jam. Setelah 2 jam, ia kembali menuju ke apartemen tempat tinggalnya.
"Mas, aku pulang," seru Irfan.
"Dih, bau banget sih, lu, keringetnya, mandi sono," ujar mas Banu.
"Biar aja, bau-bau gini, banyak yang suka, apalagi Sheren," kata Irfan dengan penuh percaya diri.
"Dih, mau aja, sih, Sheren punya pacar bau gini," ejek Mas Banu.
"Yeee," sahut Irfan.
Irfan pun menuju ke kamar mandi untuk melakukan aktifitas mandinya. Kemudian, ia pun makan malam bersama Mas Banu. Makan malam usai. Dia pun beranjak menuju ke kamar tidurnya. Di kamar tidur, Irfan hanya menonton Youtube di handphone saja. Lama kelamaan, secara perlahan, membuatnya terlelap tidur.
***
Pagi hari, jam enam, Irfan sudah terbangun dari tidur. Ia langsung bersiap-siap mandi karena jam delapan, dia harus sudah jalan mengingat jalan di Jakarta cukup ramai dan padat. Selesai mandi, ketika Irfan masih berlilitkan handuk dan sedang mengenakan celana, tiba-tiba Mas Banu membuka pintu kamar.
"Fan, kamu mau naik apa nanti ke studio Persari?" tanya Mas Banu mengagetkan Irfan.
"Mas, nih ngagetin aja, aku kan lagi ganti baju," ujar Irfan.
"Alah, sama-sama cowok aja juga, pakai malu," kata Mas Banu.
Irfan melanjutkan berpakaiannya. Kemudian, ia berkata, "Ya udah. Tadi, mas nanya apa?"
"Kamu ke studio Persari nanti naik apa?" tanya Mas Banu.
"Ohh, palingan naik grab, Mas," jawab Irfan, "Mas, jadi kan bisa nemani aku?"
"Maaf, Fan. Mendadak mas gak bisa. Mas mau ke hotel Kencana. Barusan, mas ditelepon papi. Papi minta mas jadi manager hotel di sana," terang Mas Banu.
"Wuih, mantap, mas. Ya sudah, gak apa-apa, aku berangkat sendiri,"
"Iya nih, jadi mas gak pusing-pusing cari kerjaan di Jakarta,"
"Itulah mas, untungnya ada papi, pengusaha top, punya jaringan hotel di mana-mana hehehe,"
"Iya, Fan. Oia, nanti sore, baru mas jemput kamu pulangnya di studio Persari,"
"Oke, Mas,"
Selesai pembicaraan, Irfan pun segera sarapan. Kemudian, ia pun langsung menuju ke studio Persari dengan memesan grab terlebih dahulu. Tepat jam sepuluh kurang, Irfan sudah sampai di studio Persari. Ia melakukan syuting iklan hingga jam empat sore. Jam lima sore, Mas Banu sudah tiba saja di studio Persari. Kakaknya itu pun langsung menghampiri.
"Fan, sudah selesai?" tanya Mas Banu.
"Sudah, Mas. Nih, baru lihat hasilnya sebelum diedit lagi," jawab Irfan.
"Aktingmu bagus, Fan," ujar Mas Banu.
Mukhlis mendengar suara Mas Banu langsung kaget dan menengok. Kemudian, ia bertanya kepada Irfan, "Eh, siapa ini, Fan?"
"Ini kakakku, mas Banu, bang," jawab Irfan.
"Ohh, ganteng juga, memang keluarga kalian tuh, keluarga cakep-cakep semua, kapan-kapan mau gak ikutan syuting?" tanya Mukhlis kepada Mas Banu.
"Boleh aja, kalau aku lagi ada waktu, ya, bang. Aku soalnya baru saja dapet kerjaan megang hotel," kata Mas Banu.
"Hotel apa tuh?" tanya Mukhlis lagi.
"Hotel Kencana, bang," jawab Mas Banu.
"Hotel Kencana? Itu kan hotel top tuh punyanya pak Wahyu Sudjatmiko," ujar Mukhlis.
"Iya, bang, pak Wahyu itu bapak kita berdua," sahut Mas Banu.
"Memang, top markotop kalian berdua, udah ganteng-ganteng, anak pengusaha top lagi," puji Mukhlis.
"Hehehe, iya bang," sahut Mas Banu.
"Mas, balik, yuk," ajak Irfan kepada kakaknya, "oia, Bang, udah kelar kan ya? Atau aku perlu balik lagi besok?"
"Gak usah, aktingmu udah bagus kok, jadi gak perlu take ulang," kata Mukhlis.
"Oke deh, bang. Aku pamit ya, bang," ujar Irfan.
"Oke, Fan," sahut Mukhlis.
Irfan dan Mas Banu pun berpamitan dengan bang Mukhlis. Mereka berdua segera berjalan menuju ke arah parkiran. Sampai di parkiran, Irfan terkejut dan terpesona karena Mas Banu membawa mobil baru.
"Mas, mobil siapa nih?" tanya Irfan.
"Mobil mas, lah," jawab mas Banu.
"Dari mana?"
"Biasa, papi kan, gak mau anaknya terlantar di Jakarta. Jadi dikasih deh mobil. Oia, jatahmu juga ada tuh, besok ambil aja di dealer. Papi udah mesenin 2 mobil soalnya," urai Mas Banu.
Irfan sontak langsung kegirangan mendengar kabar yang menggembirakan itu. Ia pun tidak sabar. Dia menginginkan hari segera berganti dengan cepat. Akhirnya, Irfan dan Mas Banu pun pulang dengan mobil tersebut ke apartemen. Tiba di apartemen, adik Mas Banu itu menuju ke kamarnya dan segera beristirahat.
***
Esok pagi, dalam suasana hati yang senang, Irfan bangun pagi-pagi dan menuju ke dapur menyiapkan sarapan untuk dirinya dan Mas Banu. Tiba-tiba, Mas Banu muncul di hadapannya.
"Tumben, Fan, bangun-bangun langsung ke dapur," kata Mas Banu.
"Iya dong, mas, aku senang banget rasanya hari ini bakal mendapat mobil baru," ujar Irfan.
"Lebay lu, Fan," sahut Mas Banu.
"Biarin, aja, karena ini hari yang kunanti-nanti di umurku yang sudah 17 lebih ini akhirnya ku boleh membawa mobil sendiri," kata Irfan.
"Tapi, kamu nanti ke dealer sendiri, ya," ujar Mas Banu, "udah tahu, kan, alamat dealernya?"
"Belum, lah," jawab Irfan.
"Ya udah, nanti mas wa aja ke kamu, alamat dealernya," ujar Mas Banu.
"Oke, Mas," sahut Irfan.
"Mas, soalnya harus ke kantor pagi ini," kata Mas Banu, "nanti dari dealer, kamu ke kantor mas, ya, nanti kita makan siang bareng,"
"Oke siap, masku," sahut Irfan.
Irfan dan Mas Banu sarapan. Kemudian, Irfan mandi. Sementara, kakaknya itu berangkat ke kantor. Selesai mandi, ia segera bersiap-siap menuju ke dealer. Ketika keluar dari apartemen, dia melihat sesosok yang baru saja keluar dari ruang sebelah. Ia merasa tidak asing dengan sosok itu. Sepintas mirip sekali dengan Sheren. Dia pun coba memanggil. Ternyata, sosok tersebut menengok. Ternyata, benar saja, orang itu adalah kekasihnya tersebut. Ia pun menghampiri.
"Ternyata, kamu di sini, sweety," kata Irfan.
"Lah, iya, ternyata kita sebelahan, ya. Aku gak tahu, beib. Rencananya, aku baru mau kasih tahu, nanti sore. Eh, ternyata ketemu pagi ini," jelas Sheren.
"Owalah," sahut Irfan.
"Kamu mau ke mana, beib?" tanya Sheren, "udah rapi sama ganteng aja begini."
"Aku mau ke dealer, ambil mobil, nih, sama mau ke kantor mas Banu. Kamu mau ikut?" ajak Irfan.
"Boleh, beib. Aku kangen jalan sama kamu," kata Sheren. "tapi, aku ke dalam dulu ya, izin sama papa dulu."
Sheren masuk ke dalam apartemennya. Ia meminta izin dengan papanya, Om Yudi. Sementara itu, kekasihnya menunggu di luar. Tidak berapa lama, dia keluar lagi. Kemudian, mereka pun menuju ke dealer mobil. Proses pengambilan mobil pun ternyata tidak memakan waktu lama. Selesai urusan pengambilan mobil, mereka berdua menuju ke hotel tempat kerja Mas Banu.
Tiba di hotel Kencana, Irfan dan Sheren menuju ke ruangan Mas Banu. Di ruangan, Mas Banu sudah menunggu kedatangan adiknya. Ia kaget melihat adiknya itu datang bersama kekasihnya. Dia langsung menanyakan kepada adik bungsunya itu perihal kekasihnya itu. Kemudian, mereka pun makan siang bersama.
Selesai makan siang, Irfan dan Sheren berpamitan dengan Mas Banu. Mereka keluar dari kantor Mas Banu. Kemudian, mereka berdua berkeliling kota Jakarta hingga malam hari. Karena mereka berdua sudah merasa lelah, Irfan pun mengemudikan mobilnya langsung menuju ke apartemen. Hari itu, menjadi hari yang membahagiakan bagi adik bungsu Mas Banu itu. Pertama, dia sudah diperbolehkan mendapatkan mobil baru. Kedua, ia pun senang karena bisa bertemu kembali dengan pujaan hatinya setelah terpisah beberapa hari karena jarak.
Bagaimana lagi kisah perjalanan cinta mereka selama di Jakarta?
Bagaimana perjalanan karir Irfan jadi artis?
Nantikan lagi di part selanjutnya..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar