BAB III
MEMASUKI DUNIA KEARTISAN
Tibalah waktunya liburan semester. Tampak kesibukan pada hari pertama liburan di rumah Irfan, menjelang keberangkatan ke Bali.
"Mi, koperku mana, ya?" tanya Irfan ke mami Helena.
"Itu, loh, di tempat biasa. Cari sendiri, lah," jawab mami Helena.
"Iya, Mi," sahut Irfan.
Irfan mencari-cari kopernya. Begitu ketemu, ia segera mengemasi pakaian. Sehabis mengemasi pakaian, ia baru menyadari kalau kamera miliknya tidak ada di kamar. Dia teringat kalau kemarin ini, kamera itu baru saja dipinjam oleh Mas Banu. Irfan pun segera ke kamar Mas Banu. Ia melihat kakak pertamanya itu sedang bersantai saja membaca majalah dan tidak berkemas-kemas.
"Mas, kameraku mana yang mas pinjam kemarin?" tanya Irfan.
"Itu ada di meja, ambil aja," jawab Mas Banu.
"Mas, kok santai-santai aja, gak berkemas?" ujar Irfan.
"Lu, tuh, ke sini, mau cari kamera atau mau ngomentarin gue," ketus Mas Banu.
"Ihh, sewot amat, Mas," sahut Irfan.
"Abis, lu malah komentarin gue," ujar Mas Banu.
"Ya kan, aku cuma nanya aja," kata Irfan.
"Gue tuh udah berkemas. Tuh lihat di sana," kata mas Banu sambil menunjuk ke arah meja.
Irfan menengok ke arah meja yang ditunjuk oleh Mas Banu. Ternyata benar saja, sudah ada koper rapi di samping meja. Di meja tersebut, Irfan juga melihat ada kameranya sehingga otomatis, ia segera mengambil kameranya tersebut. Kemudian, ia segera kembali ke kamar. Barang-barangnya pun sudah siap semua. Jam setengah tiga sore, keluarga Wahyu Sudjatmiko pun pergi ke Bandara Ahmad Yani, Semarang. Di bandara, mereka bertemu dengan keluarganya Sheren, Mas Aldi, dan Mba Cheryl. Mereka memang janjian untuk ketemu langsung di bandara. Mereka segera menaiki pesawat pada jam keberangkatan pukul setengah enam sore. Tanpa delay, pesawat yang dinaiki mereka pun mulai take off dan mendarat di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali tepat pukul delapan malam waktu setempat.
Tiba di bandara, mereka semua dijemput dengan menggunakan tiga mobil rental. Mereka pun segera menaiki mobil. Mereka langsung menuju ke Hotel Jatayu. Hotel Jatayu merupakan salah satu cabang hotel yang dikelola oleh papinya Irfan yang ada di Bali. Oleh karena itu, mereka mendapat kemudahan untuk menginap di hotel tersebut. Mereka mendapatkan jatah empat kamar Deluxe. Mengenai pembagian kamarnya, Irfan sekamar dengan Mas Banu dan Mas Aldi. Sementara itu, Sheren sekamar dengan Mba Revi dan Mba Cheryl. Kemudian, dua kamar lagi diperuntukkan bagi orangtua mereka masing-masing. Papi dan mami Irfan menempati satu kamar. Papa dan mamanya Sheren menempati satu kamar.
***
Pagi harinya, karena hotel yang ditempati oleh keluarga Wahyu Sudjatmiko dan Yudianto Hendrawan terletak di pinggir pantai Kuta, maka Irfan pun sudah langsung saja berjalan-jalan di pinggir pantai. Selagi ia berjalan di tepi pantai, tiba-tiba datanglah Sheren menyusul.
"Gak ajak-ajak, beib, jalan-jalan di tepi pantai," kata Sheren.
"Hehehe, iya nih, lupa aku," sahut Irfan.
Irfan dan Sheren berjalan-jalan di tepi pantai. Selagi berjalan-jalan, tiba-tiba ada seorang bapak menghampiri mereka berdua.
"Kamu Irfan kan, anak pak Wahyu Sudjatmiko?" kata orang tersebut.
"Iya, betul. Om siapa ya?" Irfan pun bingung dengan sosok yang menghampirinya.
"Kenalin, aku, om Rasyid Hamdan, tapi kamu bisa panggil Om Ramdan," jelas Om Ramdan.
"Oh, iya, Om Ramdan," sahut Irfan.
"Gini, Fan. Kebetulan, om lagi ada syuting sekitar sini terus butuh pemeran. Eh, pas om lagi mikir-mikir, om melihat kamu, dan om merasa kamu sepertinya cocok untuk main di film om ini. Kamu mau nggak?" terang Om Ramdan.
"Hmm, gimana ya, Om," Irfan masih merasa ragu menerima tawaran Om Ramdan.
"Kamu ganteng, kamu pasti akan cepat terkenal, deh," bujuk Om Ramdan.
"Gimana Sher, menurutmu?" tanya Irfan.
"Eh, iya, ini siapa, Fan?" kata om Ramdan sambil menunjuk ke arah Sheren.
"Ini pacarku, Om. Namanya Sheren," jawab Irfan.
"Ohh, cantik juga, pas lah kalian berdua ganteng dan cantik," sahut Om Ramdan, "omong-omong, bagaimana tawaran om?"
"Hmm, gimana Sher, terima gak, ya?" Irfan mengulangi pertanyaannya tadi ke Sheren.
"Terserah kamu aja," jawab Sheren.
"Hmm, boleh, deh, Om, kucoba," ujar Irfan.
"Oke, ini kartu nama om, besok, kamu langsung aja dateng ke lokasi syuting, ga jauh kok dari sini. Di hotel Garuda Kencana," kata om Ramdan.
"Oke, Om, besok aku ke sana," janji Irfan.
"Oia, apakah om boleh minta nomer handphonemu?"
"Boleh, Om," Irfan pun memberikan nomor handphonenya.
"Oke, sip. Besok pagi, om hubungi, kapan kamu harus siap untuk syuting."
"Oke, baik Om."
"Oia, satu lagi, kamu di sini berapa lama, Fan?"
"Sampai tahun baru, sih, Om,"
"Oke sip, pas,"
Om Ramdan pun pergi meninggalkan mereka berdua. Irfan dan Sheren kembali ke hotel dan menemukan keluarga mereka sudah pada menunggu untuk sarapan. Tetapi, sepasang kekasih itu menyusul karena mereka harus mandi terlebih dahulu dan berganti pakaian. Selesai mandi, kedua sejoli itu pun turun ke tempat sarapan. Di tempat sarapan.
"Tadi, kalian kemana aja, sih?" tanya Papi Wahyu.
"Tadi, aku cuma jalan-jalan di tepi pantai. Terus ketemu Om Ramdan," kata Irfan.
"Om Ramdan? Kok, kamu bisa ketemu? Dia kan sutradara terkenal," cerita Papi Wahyu.
"Iya, Pi, terus aku diajak syuting," ujar Irfan
"Wah, anak mami bentar lagi mau jadi artis nih," seru mami Helena.
"Wuih, asyik tuh, Fan, besok-besok ajaklah masmu ini juga syuting, kan masmu gak kalah ganteng dari kamu," sambung mas Banu.
"Yeee, si mas, aku belum mulai syuting, udah mau numpang tenar aja," sahut Irfan.
Mereka pun sarapan. Selesai sarapan, mereka semua bersiap-siap untuk menuju ke Uluwatu dan Garuda Wisnu Kencana, sama makan malam di Jimbaran. Perjalanan hari pertama mereka selesai pukul sembilan malam. Irfan pun langsung beristirahat di kamarnya karena kelelahan.
***
Keesokan harinya, jam setengah tujuh pagi ketika Irfan baru saja bangun dari tidur, tiba-tiba handphonenya berdering. Ia melihat ke layar handphone. Dia merasa asing dengan nomor yang tertera. Meski begitu, ia pun tetap menjawab panggilan tersebut karena takut ada info penting yang harus diketahui.
"Halo, Irfan?" tanya suara di ujung sana.
"Iya, betul. Ini siapa, ya?" tanya Irfan balik.
"Ini, Om Ramdan, Fan," jawab Om Ramdan.
"Ohh, Om. Ada apa, Om?" tanya Irfan lagi.
"Kamu bisa ke Hotel Garuda Kencana jam sembilan pagi, kan? Soalnya, kita mulai syuting jam sembilan," ujar Om Ramdan.
"Bisa, kok, Om," sahut Irfan.
"Oke, om tunggu, ya, di sini," kata Om Ramdan.
"Siap, om."
Irfan segera mengakhiri panggilan telepon dari Om Ramdan. Ia pun bergegas mandi. Selesai mandi, rupanya kakak pertamanya sudah bangun.
"Eh, sudah mandi aja, kamu, Fan," kata Mas Banu.
"Iya nih, mas. Om Ramdan sudah menelepon. Nanti jam sembilan diminta ke Hotel Garuda Kencana," jelas Irfan.
"Ohh gitu. Mau mas temenin, gak?" tawar Mas Banu.
"Ga usah, mas. Nanti aku sama Sheren aja ke sananya," tolak Irfan.
"Yakin nih?" Mas Banu meyakinkan adiknya itu.
"Yakin. Mas juga mau ikut ke sana karena pengen caper kan sama om Ramdan biar diajak syuting juga," serang Irfan.
Mas Banu menyengir saja. Irfan bersiap-siap dan menelepon Sheren. Kekasihnya itu pun mau dan siap menemani. Jam delapan, dua sejoli tersebut sudah siap. Sebelum berangkat ke lokasi syuting, mereka menyempatkan diri untuk sarapan terlebih dahulu. Jam setengah sembilan, mereka berdua berjalan menuju ke Hotel Garuda Kencana. Di sana, Om Ramdan langsung menyambut kedatangan mereka.
"Eh, Fan, sini," kata Om Ramdan.
Irfan menghampiri Om Ramdan. Pria berbadan tambun itu pun menjelaskan apa yang harus dilakukannya selama syuting. Sementara, Sheren hanya menonton di pinggir saja. Syuting pun berlangsung selama tiga jam. Hingga tak terasa, waktu sudah jam dua belas siang saja. Syuting pun diakhiri.
"Fan, terima kasih mau syuting di film Om," kata Om Ramdan.
"Iya, Om, sama-sama," sahut Irfan.
"Om yakin film ini pasti akan booming karena ada kamu," ujar Om Ramdan.
"Ah, bisa aja, Om," timpal Irfan.
"Beneran, yakin, apalagi kamu anak pengusaha terkenal."
"Jadi, enak nih, hehehe."
"Bisa aja kamu, Fan."
"Om, aku balik, ya, takut pada cariin," pamit Irfan.
"Iya, Fan, besok datang lagi, ya, jam segini juga," pesan Om Ramdan.
"Oke, om," sahut Irfan.
Irfan dan Sheren segera beranjak dari tempat itu. Namun sebelumnya, Irfan mencoba membuka handphone yang dari tadi tidak dilihatnya. Ternyata, ada pesan masuk dari maminya yang berbunyi:
Fan, kamu nyusul, ya, ke Tanah Lot. Mobil sudah disewain. Ada di hotel. Kita semua ada di Tanah Lot.
Sheren melihat Irfan serius membaca di layar handphone. Ia pun langsung bertanya kepada kekasihnya itu, "Ada apa, beib?"
"Kita disuruh nyusul langsung ke Tanah Lot sama mami," jawab Irfan.
"Ohh, ya sudah, kita balik ke hotel, ngambil mobil saja," ujar Sheren.
"Yukk," ajak Irfan.
Irfan dan Sheren menuju ke hotel. Mereka langsung mengambil mobil yang sudah disewa. Irfan pun mengemudikan mobil itu menuju ke Tanah Lot. Setiba di Tanah Lot, ternyata mereka pun masih berada di sana.
"Mi, Pi," teriak Irfan memanggil mami dan papinya.
Mas Banu yang melihat Irfan langsung bertanya, "Eh, Fan, sudah kelar syutingnya?"
"Sudah, mas, besok syuting lagi," jawab Irfan.
"Ohh, ya udah. Sekarang, kita pada mau makan, nih," kata Mas Banu.
"Yahh, baru nyampe jalan lagi. Kalau gitu, Mas Banu bawa yang mobilku, ya. Aku sama Sheren ikut mobil papi aja," pinta Irfan.
"Ya udah, boleh. Mana kuncinya?" sahut Mas Banu.
"Nih, mas," Irfan menyerahkan kunci mobilnya ke mas Banu.
Irfan beserta Sheren ikut dengan mobil papi. Mereka semua berangkat menuju ke tempat makan. Sehabis santap siang, mereka menuju ke Pantai Seminyak untuk menikmati matahari terbenam. Malamnya, mereka semua hang out di daerah Legian. Tidak lupa, mereka juga menyempatkan diri untuk mengunjungi monumen bom Bali di daerah Legian. Jam sembilan, mereka pun balik menuju ke hotel. Setiba di hotel, Irfan langsung menuju ke kamar dan beristirahat.
***
Esok pagi, Irfan kembali terbangun jam setengah tujuh karena handphonenya berdering. Ia melihat handphonenya, ternyata ada pesan masuk dari Om Ramdan yang berisi:
Irfan, nanti ditunggu jam 9 ya, tapi kali ini kita takenya ga di hotel tapi di Pantai Kuta yang dekat hotel sini.
Aku pun segera membalasnya:
Oke om, aku nanti datang jam 9 pagi tepat di sana. Thanks.
Irfan pun segera meletakkan hpnya. Ia bergegas mandi. Selesai mandi, dia segera menelepon Sheren.
"Sweety, nanti kamu bisa temani aku lagi?" tanya Irfan di telepon.
"Hmm, aku capek, beib. Aku mau istirahat," jawab Sheren.
"Ya udah, nanti aku minta temani Mas Banu aja," sahut Irfan.
"Iya, beib, sori ya."
"Iya, gak apa-apa, kok."
Irfan mengakhiri panggilan di telepon. Ia pun segera membangunkan Mas Banu.
"Mas, bangun," kata Irfan.
"Ada apa sih, Fan?" tanya mas Banu sambil mengulet.
"Temani aku syuting jam sembilan dong, mas," mohon Irfan.
"Hmm, males ahh," tolak Mas Banu.
"Banyak cewek cantik loh di lokasi syuting, karena aku syutingnya di pantai kali ini," bujuk Irfan.
"Wahh, boleh tuh," ujar Mas Banu.
"Kalo soal cewek saja, cepat tanggap deh," sindir Irfan, "kubilangin Mba Cheryl, nih."
"Ssst, jangan bilang-bilang," larang Mas Banu.
Mas Banu spontan bangun dan menutup mulut adiknya itu. Kemudian, ia segera menuju ke kamar mandi. Sementara itu, adiknya menunggu di tempat tidur. Tidak lama, dia selesai mandi. Mereka berdua pun turun ke lantai satu untuk sarapan terlebih dahulu. Selesai sarapan, waktu sudah pukul delapan seperempat. Kemudian, mereka menuju ke pantai yang dimaksud oleh Om Ramdan. Om Ramdan melihat kedatangan Irfan.
"Hei, Fan, sini," panggil om Ramdan.
"Iya, Om. Oia, Om, kenalin, ini anak pertama papi Wahyu, kakakku, Mas Banu," kata Irfan memperkenalkan Mas Banu.
"Oh, iya, om tahu kok semua nama anak-anak papimu," ujar Om Ramdan, "omong-omong, Mba Revi ga ikut juga, Fan?"
"Gak, om, Mba Revi masih di kamar hotel tadi," jawab Irfan.
"Oh, ya udah. Kamu sekarang ganti kostum gih. Sekarang, kamu adegan berenang di pantai," perintah Om Ramdan.
Irfan menuju ruang ganti kostum. Kostum yang harus dipakai ternyata mengharuskannya untuk bertelanjang dada. Sontak, ketika ia keluar dari ruang kostum, cewek-cewek langsung terpesona dengan badannya yang seksi. Irfan pun mulai syuting. Seperti kemarin, syuting pun selesai jam dua belas siang. Ia dan Mas Banu pun balik menuju hotel. Dalam perjalanan menuju hotel.
"Gila, adik gue satu ini jago juga aktingnya," puji Mas Banu.
"Ah, Mas Banu bisa aja," kata Irfan malu-malu.
"Beneran. Omong-omong, badanmu, kok, bisa bagus sih, Fan? Sampai cewek-cewek tadi pada ngeces, loh, melihat kamu," ujar Mas Banu.
"Kan, keturunan dari papi," jawab Irfan sekenanya.
"Lah, kok, mas Banu gak tuh."
"Lah, mas saja olahraganya jarang-jarang. Kalau aku kan sering ke gym beberapa kali."
"Kok, kamu ke gym gak ajak-ajak mas, sih."
"Lah kan mas kuliah, toh."
"Iya, sih."
Tidak terasa, Irfan dan Mas Banu sudah tiba di hotel. Mereka berdua pun menuju ke kamar mereka lagi. Hari itu, mereka tidak terlalu banyak kegiatan keluar. Keluarga mereka paling keluar hanya sekitar hotel saja.
Hari-hari pun telah berlalu. Tak terasa pula, liburan keluarga Irfan dan Sheren di Bali sudah berakhir. Irfan pun sudah kembali beraktifitas sekolah seperti biasa karena libur semester sudah usai.
***
Film besutan sutradara terkenal itu pun sudah selesai syuting. Film itu pun sudah diluncurkan dan ditayangkan di bioskop. Ternyata, dugaan Om Ramdan terbukti benar. Irfan semakin tenar. Semakin hari, ia terus menerus mendapatkan panggilan syuting. Hingga akhirnya, ia pun harus pindah ke Jakarta untuk meminimalisir biaya transportasi bolak-balik Jakarta - Semarang. Oleh karena itu, Irfan pun memutuskan untuk pindah ke Jakarta pada akhir tahun pelajaran. Ia pindah ke Jakarta hanya berdua dengan kakak tertuanya. Dia pun menjadi gundah terhadap hubungannya dengan Sheren dikarenakan kekasihnya itu pasti tidak akan siap untuk LDR. Tapi cepat atau lambat, ia harus mengatakan hal itu kepada pasangannya tentang hal tersebut.
Suatu hari, bertepatan dengan ulang tahun Irfan yang ke tujuh belas, ia pun memberanikan diri untuk mengatakannya kepada Sheren sewaktu makan malam bersama.
"Sweety, aku mau mengatakan sesuatu hal penting ke kamu," kata Irfan.
"Apa tuh, beib?" tanya Sheren.
"Kan, panggilan syuting semakin hari semakin meningkat. Aku berencana akan pindah ke Jakarta. Tapi, kamu gak perlu mengkhawatirkan hubungan kita, aku akan tetap menjaga hubungan kita selalu," jelas Irfan.
"Hmm, ya udah, aku percaya, walau jujur mungkin aku yang gak siap karena aku selalu tidak mau untuk LDR," ujar Sheren.
"Aku yakin kok kamu pasti bisa menjalankan itu," Irfan membantu meyakinkan Sheren.
"Ya udah, oke deh. Omong-omong, yang pindah ke Jakarta kamu sekeluarga, beib?" tanya Sheren.
"Gak sekeluarga kok, yang pindah hanya aku dan Mas Banu saja," terang Irfan.
"Ohh oke. Terus rencana kapan pindahnya?"
"Akhir tahun ajaran ini, sih, tapi sebelumnya, Mas Banu sama Mba Cheryl akan tunangan dulu."
"Ohh, oke deh. Memang kapan rencana Mas Banu dan Mba Cheryl tunangan?"
"Bulan Juni gitu,"
"Ohh. Tiga bulan lagi dong, ya?"
"Iya."
"Hmm. Oia, tapi ingat kamu jangan nakal-nakal, ya, beib, di Jakarta," pesan Sheren.
"Iya, nggak kok, kecuali kalo khilaf," janji Irfan.
"Ehh, khilaf pun gak boleh."
"Iya, sweety."
"Oia, happy birthday, beib. Ini kado buatmu."
"Terima kasih, sweety."
Di hari ulang tahunnya, Irfan merasakan dua hal. Ia merasakan sedih dan senang secara bersamaan. Karena sudah larut, dia pun menyudahi makan malamnya. Kemudian, ia pun mengantarkan Sheren pulang ke rumah. Setelah mengantar kekasihnya itu, Irfan pun pulang ke rumah.
Tibalah waktu pertunangannya Mas Banu. Keluarga Sheren turut diundang. Acara pun berlangsung dengan lancar. Selesai acara pertunangan Mas Banu, Sheren pun menghampiri Irfan.
"Wah, gak terasa, nih, besok kamu sudah tinggalkan diriku di sini," kata Sheren.
"Bukan besok, kok, masih ada waktu 2-3 hari lagi," ujar Irfan.
Ketika Irfan dan Sheren sedang mengobrol, tiba-tiba, Mas Banu datang menghampiri mereka berdua.
"Sher, kamu gak usah khawatir, ya. Irfan, adikku yang satu ini pasti tak awasi terus, kok," kata Mas Banu seraya menguyel-uyel rambutku.
"Apaan sih, Mas," kata Irfan.
"Iya, Mas. Aku percaya kok. Walau aku tahu yang namanya artis pasti akan dikelilingi fans-fans apalagi kalau fansnya cantik-cantik. Tapi, aku sangat percaya Irfan pasti gak akan selingkuh," kata Sheren.
"Tuh, Fan, dijaga kepercayaannya Sheren," ujar mas Banu.
"Iya, Mas. Oia, Mas, Mba Cheryl mana?" tanya Irfan.
"Lagi sama mama tuh di belakang," sahut Mas Banu.
"Gak, mas temenin? Daripada mas gangguin aku di sini," sindir Irfan.
"Oke deh, yang mau berduaan. Sher, aku ke belakang dulu, ya," ujar Mas Banu.
"Iya, Mas," sahut Sheren.
Tiga hari sudah berlalu. Sudah waktunya, Irfan untuk berangkat ke Jakarta. Ia pun berpamitan kepada Sheren dan keluarganya, serta kedua sahabatnya selama SMP sampai SMA di Semarang. Kedua anak Wahyu Sudjatmiko itu pun mulai meninggalkan kota yang penuh dengan sejuta kenangan dari masa kecil sampai sekarang.
Ingin tahu kelanjutan karir Irfan di dunia keartisan??
Nantikan kisahnya lagi lebih lanjut di part selanjutnya..
Stay tune on https://john-lifejourney.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar