Terjemahkan

Rabu, 06 Mei 2020

Irfan Story Season II (Semuanya Berakhir Sudah) - Part IV



BAB IV
KELUAR DARI DUNIA KEARTISAN

Besok paginya, di apartemen Irfan tinggal, Mami Helena tampak sudah bangun dari tidurnya. Ia menghampiri anak bungsunya ke kamar. Dia pun segera membangunkan anak ketiganya itu.
"Fan," kata mami Helena.
"Iya, mi," Irfan pun bangun dan mengucek mata.
"Selamat ulang tahun, ya. Kemarin, mami belum sempat mengucapkan karena tragedi kecelakaan," kata mami Helena sambil mencium pipi Irfan.
"Iya, mi, makasih," sahut Irfan.
"Oia, ini ada hadiah dari papi sama mami," ujar Mami Helena. 
"Terima kasih, mi," ucap Irfan.
Irfan membuka hadiah yang diberikan. Dia pun langsung terkejut. Ia merasa senang sekali. Ternyata, hadiah yang diberikan oleh papi dan maminya adalah Iphone 10. Handphone yang dia idam-idamkan selama ini.
"Mami sama papi beliin kamu hadiah itu karena mami tahu hpmu sudah tidak memadai, makanya mami kasih hp itu untuk menggantikannya," ujar Mami Helena.
"Sekali lagi, makasih ya, mi," ucap Irfan sambil memeluk maminya.
"Ya sudah, sekarang, mami mau masak di dapur dulu, ya," kata Mami Helena.
"Tidak usah, mi, aku aja yang masakin buat Mami dan Mba Revi. Toh, Mami masih belum sehat betul, kan," ujar Irfan.
"Sudah gapapa, mami bantu, ya, kamu masak," paksa Mami Helena.
"Ya sudah, okelah, kalau mami memaksa," sahut Irfan, "mami tunggu di dapur dulu, ya. Aku tak cuci muka dulu sebentar."
Mami Helena menuju ke dapur. Sementara itu, Irfan menuju kamar mandi untuk cuci muka terlebih dahulu. Irfan dan maminya pun mulai memasak di dapur. Setelah makanan siap, kakak laki-lakinya ternyata baru saja pulang dari rumah sakit. Otomatis, kakak tertuanya itu pun langsung diajaknya sarapan bersama.
"Eh, mas, sudah balik dari rumah sakit," sapa Irfan.
"Iya, nih," balas Mas Banu.
"Ayo, mas, sekalian ikut sarapan dulu," ajak Irfan.
"Iya, Fan," sahut Mas Banu.
Mas Banu pun ikut sarapan bersama adik-adiknya dan maminya. Selagi asyik sarapan, Irfan pun bertanya, "Gimana, mas, kondisi papi?"
"Kondisinya masih belum stabil," jawab mas Banu.
"Oh, ya sudah. Hari ini mas Banu istirahat saja. Nanti, biar aku gantian yang jaga di rumah sakit," ujar Irfan. 
"Iya, Fan." sahut Mas Banu.
"Fan, mami nanti ikut, ya," ujar Mami Helena.
"Mami sama Mba Revi di apartemen saja. Aku sendiri saja," kata Irfan.
"Mami mau lihat papi, Fan," sahut Mami Helena.
"Gini saja, sebagai jalan tengah, nanti sore saja, mami dan Revi ke sanananya sama Banu, terus balik dari rumah sakitnya sama Irfan sekalian Irfan sama Banu gantian shift jaga," saran Mas Banu.
"Ya sudah, oke deh, mami mengalah. Bagaimana baiknya kalian saja," kata Mami Helena.
Irfan bersama mami dan kakaknya pun melanjutkan sarapan bersama. Selesai sarapan, dia segera bersiap-siap menuju ke rumah sakit. Kemudian, ia pun bergegas ke rumah sakit. Sementara itu, kakak laki-lakinya beristirahat sebentar di kamarnya sebelum berangkat ke tempat kerja. 
Sore hari, Mas Banu bersama mami dan adik perempuannya menuju ke rumah sakit. Kondisi papinya pun masih belum stabil, terkadang naik, terkadang turun. Malam harinya, adik bungsunya bersama mami dan adik perempuannya balik menuju ke apartemen. Sementara, ia berjaga di rumah sakit.
***
Tidak terasa, Papi Wahyu sudah dirawat selama tiga hari. Hari keempat, ayah tiga anak itu sudah mulai menunjukkan kemajuan. Pagi itu, giliran anak bungsunya yang berjaga. Di dalam ruang ICU, pengusaha ternama itu sadar dari kondisi komanya. Ia memanggil-manggil nama anak ketiganya itu. Sontak, perawat pun memanggil anak pengusaha tersebut yang sedang menunggu di luar. Anak bungsu pengusaha tersebut pun masuk ke dalam ruangan dan menghampirinya. 
"Pi, Irfan di sini, Pi," bisik Irfan di telinga papi Wahyu.
"Fan," kata Papi Wahyu sambil meraba-raba tangan Irfan.
"Iya, Pi," sahut Irfan.
Papi Wahyu perlahan-lahan membuka matanya. Melihat si pengusaha itu membuka matanya, anaknya yang sedang berada di sampingnya itu pun bergegas memanggil dokter jaga. Dokter jaga tersebut segera menghampiri. Kemudian, dokter tersebut memeriksa kondisi si pengusaha ternama tersebut.
"Bagaimana kondisi papi saya, dok?" tanya Irfan.
"Papi anda sudah sadar dari komanya. Kondisinya pun mulai stabil. Mungkin, besok, kalau memang semakin mengalami kemajuan lagi, sudah bisa dipindah ke ruang rawat biasa," jelas sang dokter.
"Oke, baik, dok," sahut Irfan.
Setelah berdiskusi dengan dokter, Irfan pun keluar ruang ICU untuk menelepon Mami Helena sejenak.
"Halo, Mi," sapa Irfan.
"Iya, halo, Fan," balas mami Helena.
"Papi sudah siuman, Mi," kata Irfan.
"Oh, ya? Puji Tuhan. Ya sudah, nanti sore, mami, Mba Revi, dan Mas Banu ke sana," ujar Mami Helena.
"Iya, Mi. Sudah dulu, ya, aku mau ngecek kondisi papi lagi," sahut Irfan.
"Iya, Fan."
Irfan pun kembali masuk ke ruang ICU. Ia menghampiri papinya itu.
"Fan, papi minta maaf, ya. Di ulang tahunmu, bukan kebahagiaan yang kamu dapat. Malah berita musibah yang kamu terima," lirih Papi Wahyu.
"Tidak apa-apa, kok, Pi. Namanya musibah, orang kan gak bisa memprediksi," sahut Irfan.
"Oia, selamat ulang tahun, ya, walau sudah lewat jauh," ucap papi Wahyu.
"Iya, Pi. Terima kasih. Oia, hadiahnya sudah aku terima ya, Pi," ujar Irfan.
"Sama-sama, Fan." 
"Papi, istirahat lagi saja, tidak usah banyak ngobrol dulu," perintah Irfan.
Papi Wahyu pun memilih beristirahat kembali. Irfan pun kembali keluar ruangan. 
Sore hari, Mami Helena bersama kedua anak lainnya datang ke rumah sakit. Malam harinya, istri pengusaha tersebut bersama anak perempuannya dan anak bungsunya kembali ke apartemen. Sementara, anak tertuanya yang giliran berjaga di rumah sakit menjaga sang suami.
***
Keesokan paginya, sesuai janji dokter jaga kemarin, karena perkembangan Papi Wahyu sudah semakin membaik, maka ia pun sudah bisa dipindah ke ruang rawat biasa. Setelah dua hari dirawat di ruang perawatan biasa, dia mencoba berusaha bangun, namun ternyata kakinya tidak bisa digerakkan. Anaknya yang menjaga pun segera memanggil dokter jaga di bangsal perawatan.
"Dok, kenapa kaki papi saya tidak bisa digerakkan, ya?" tanya Irfan.
"Papimu sebenarnya mengalami kelumpuhan sejak kecelakaan itu," jawab sang dokter.
Irfan pun semakin merasa sedih mendengar pernyataan dokter. Kini, papinya itu sudah tidak bisa beraktifitas normal kembali. Papinya hanya bisa berbaring saja atau berjalan dengan bantuan kursi roda. 
Setelah dua hari berlalu, Papi Wahyu sudah diperbolehkan untuk pulang. Kepulangannya dijemput oleh dua anak laki-lakinya. Sementara, sang istri dan anak perempuannya hanya menunggu di apartemen. Tiba di apartemen, ia pun segera dibaringkan di kamar yang ditempati istrinya selama ini dibantu oleh dua anak laki-lakinya tersebut. 
Suatu hari, saat makan malam, keluarga Irfan sedang berkumpul bersama di ruang makan. Kemudian, Mas Banu pun menyampaikan sesuatu.
"Fan, papi dan mami sudah sepakat dengan Mas Banu, kalau Mas Banu besok bersama mami, papi, dan Mba Revi akan kembali ke Semarang. Mas Banu akan menggantikan posisi papi di kantor. Selain itu, Mas Banu juga akan mulai menyiapkan pernikahan Mas dengan Mba Cheryl. Dengan kata lain, kamu tinggal sendiri di Jakarta, gapapa toh?" ungkap Mas Banu.
"Iya, Mas, gapapa," sahut Irfan.
"Terus, kamu setelah kelulusan, mas minta kamu berhenti jadi artis, ya, kamu balik saja ke Semarang, kuliah di Semarang, bantu mami dan Mba Revi. Kasihan mami dan Mba Revi hanya berdua mengurus papi kalau Mas Banu nanti sudah menikah," tambah Mas Banu lagi.
"Iya, Mas."
"Iya, Fan. Betul apa yang dikatakan Mas Banu. Kita semua sudah merencanakan hal itu," ujar Mami Helena, "jadi, mami dan papi harap, kamu bisa mengerti."
"Iya, Mi. Irfan bisa memahaminya, kok." 
Irfan pun menurut saja apa yang dimaui oleh keluarganya itu. Berarti tinggal 3 bulan lagi, ia harus mundur dari dunia keartisan. Ia pun kembali kalut karena harus kembali menjadi manusia biasa. 
Tanpa terasa, tibalah waktunya Mas Banu, Mba Revi, Mami Helena, dan Papi Wahyu kembali menuju ke Semarang. Sementara itu, di Jakarta tinggallah Irfan sendiri. Ia terpaksa berjuang sendiri di Jakarta. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia pun menggunakan penghasilannya menjadi artis. Sehari-harinya, pagi sampai siang, ia hanya menghabiskan waktunya untuk homeschooling mengejar untuk ujian kelulusan yang satu bulan lagi akan dilaksanakan. Segala aktifitas syutingnya pun dipangkas hanya beberapa jam saja dalam sehari. 
Sebulan sudah berlalu. Irfan pun sudah menyelesaikan pendidikannya di SMA melalui homeschooling. Lulus dari SMA, ia mulai mendaftarkan diri di Universitas Diponegoro. 
Bulan Juni tiba, ia pun pergi ke Semarang untuk menghadiri pernikahan kakaknya yaitu Mas Banu. Pernikahan Mas Banu dilaksanakan di sebuah kapel di daerah Ungaran. Ia bersama kekasihnya ditugaskan menjadi bridesmaid. Saat resepsi pernikahan kakaknya itu, ia menghampiri kekasihnya yang sedang makan di pojokan.
"Sher, aku mau berbicara sesuatu denganmu sebentar, bisa?" tanya Irfan.
"Bisa, beib, bentar ya, aku taruh gelas dan piring dulu," jawab Sheren.
"Oke, aku tunggu di samping pelaminan, ya," pesan Irfan.
"Oke, beib," sahut Sheren.
Sheren pun meletakkan gelas dan piring sehabis makan. Kemudian, ia segera menghampiri cowoknya yang sudah menunggu di samping pelaminan.
"Ada apa, beib?" tanya Sheren, "sepertinya serius."
"Aku mau kasih tahu saja kalau aku sudah lulus, terus aku akan balik ke Semarang dan kuliah di Semarang, jadi kita tidak perlu berjauhan lagi," ujar Irfan.
"Lah, terus syutingmu bagaimana?" tanya Sheren lagi.
"Aku sama keluarga disuruh udahan jadi artisnya, aku diminta fokus bantu mami dan Mba Revi sejak papi jadi lumpuh," lirih Irfan.
"Ohh, gitu, beib. Ya sudah tidak apa-apa, aku tetap dukung kamu, kok," kata Sheren menguatkan kekasihnya itu.
"Terima kasih, ya, sweety," ucap Irfan dengan lirih.
Resepsi pernikahan Mas Banu pun selesai jam 10 malam. Keluarga besar Irfan kembali ke hotel tempat mereka menginap sementara. Keesokan harinya, mereka semua baru kembali ke kota Semarang. 
Setelah menikah, Mas Banu akan tinggal terpisah, namun masih di kompleks yang sama. Tetapi, karena rumah mereka belum selesai direnovasi, untuk sementara waktu, ia tetap tinggal bersama mami dan papinya. Dua hari setelah pernikahannya, rumahnya selesai direnovasi. Seluruh anggota keluarga sibuk membantu dirinya pindahan. Dalam sehari, rumahnya pun sudah rapi terisi barang-barang. 
Keesokan malamnya, diadakan misa pemberkatan rumah Mas Banu. Kedua sahabat adiknya pun turut diundang dalam misa pemberkatan rumahnya itu. Kedua sahabat adiknya itu sangat terpukau dengan rumah barunya.
"Fan, rumah Mas Banu keren banget, sih," ujar Leon.
"Iya, Yon, Mas Banu sendiri yang desain rumahnya," sahut Irfan.
"Hmm, pantas saja," kata Leon.
"Oia, Fan. Misanya mulai jam berapa, ya?" potong Yuno tiba-tiba.
"Ini bentar lagi, lagi nunggu romonya datang," jawab Irfan.
Tak berapa lama, romo yang akan memimpin misa pun datang. Misa pun segera dimulai. Selesai misa, diadakanlah santap malam bersama di rumah Mas Banu yang baru. Irfan dan kedua sahabatnya itu juga ikut santap malam di rumah Mas Banu. Mereka bertiga santap malam sembari bercakap-cakap.
"Fan, lu kuliah di Jakarta, ya, nanti," ujar Leon.
"Gak kok, gue balik ke Semarang," sahut Irfan.
"Wah, lu daftar di universitas mana?" tanya Leon.
"Gue masuk Undip lewat jalur mandiri," jawab Irfan.
"Wah, kita sekampus dong," ujar Leon.
"Oh, ya, asyik dong, ya, kita bakal sekampus," kata Irfan, "omong-omong, kalau lu Yun, masuk universitas mana?"
"Gue masuk Unnes, Fan," jawab Yuno.
"Yahh, beda sendiri, berarti kita berpisah dong," ujar Irfan.
"Omong-omong, lu daftar jurusan apa, Fan?" tanya Leon.
"Gue ambil jurusan manajemen. Karena, kan, nantinya, gue akan meneruskan bisnis hotel papi gue," jelas Irfan.
"Ohh, berarti kita beda jurusan dong, ya," ujar Leon.
"Memang lu ambil jurusan apa? Jurusan Semarang - Ungaran, ya," ledek Irfan.
"Siaul lu, bukan lah, gue ambil jurusan hukum. Papi gue, pengennya, gue jadi pengacara nantinya," sahut Leon.
"Ya, bagus dong, berarti," ujar Irfan.
"Iya, sih, tapi kita kan, jadi gak satu gedung fakultas." 
"Ya sudah gapapa. Toh, kan, meski bersahabat, gak harus sefakultas juga." 
"Iya, ya, kita kan, sahabat yang tidak terpisahkan. Best Friend Forever," kata Yuno.
Irfan dan kedua sahabatnya pun saling berpelukan satu sama lain. Itulah persahabatan Irfan bersama kedua kawannya yang indah. Persahabatan itu pun sudah berjalan dari mereka sama-sama masih duduk di bangku SMP. Sudah banyak kisah yang mereka lalui bersama, baik suka maupun duka.
***
Seminggu pun berlalu sejak kepindahan Mas Banu ke rumah barunya. Kini, tiba saatnya untuk Irfan kembali menuju ke Jakarta. Ia balik ke Jakarta untuk menuntaskan tanggung jawab syutingnya yang terakhir. 
Esok hari, setelah tiba di Jakarta, Irfan yang sedang berada di apartemen hendak menelepon Mas Firhan. Dia pun segera mengambil handphone di atas meja. Kemudian, ia melakukan panggilan telepon kepada teman kakaknya itu. 
"Halo, Mas Firhan," kata Irfan.
"Iya, halo, Irfan, ada apa, ya, menghubungi mas? Ada masalah lagi?" cecar Mas Firhan.
"Gak kok, Mas," jawab Irfan, "omong-omong, Mas, ada waktu kapan?" 
"Nanti malam, aku ada waktu kosong," sahut Mas Firhan.
"Oke, Mas, nanti malam kita ketemu di mal Grand Indonesia aja, ya," ujar Irfan.
"Oke."
Malam harinya, Irfan bertemu dengan Mas Firhan. Mereka berdua bertemu di salah satu tempat makan sambil makan malam.
"Fan, omong-omong, ada apa, nih, ngajak ketemu mas? Kok, mas Banu tidak ikut?" cecar Mas Firhan.
"Mas Banu sudah balik ke Semarang, Mas. Dia menetap tinggal di sana, karena dia sekarang sudah menikah," jelas Irfan.
"Oh ya? Kok, Mas Firhan gak dikasih tahu?" ujar Mas Firhan.
"Mungkin, Mas Banunya lupa kali, Mas," kata Irfan.
"Hmm, mungkin kali, ya, tapi, ya sudahlah," sahut Mas Firhan.
"Oia, Mas, maksudku ngajak ketemuan mas, aku mau memberikan sedikit kenang-kenangan ini buat Mas Firhan dan adik sepupu mas, karena sudah membantuku selama ini," kata Irfan seraya menyerahkan barang tersebut.
"Yaelah, Fan, kayak sama siapa aja. Ya sudah, makasih ya, Fan, kenang-kenangannya," ucap Mas Firhan, "omong-omong, kamu jadi daftar di mana untuk kuliah?"
"Aku daftar di Undip, Mas," jawab Irfan.
"Wah, balik lagi juga dong ke Semarang," ujar Mas Firhan.
"Iya, Mas," sahut Irfan.
"Kapan mulai kuliah?" tanya Mas Firhan.
"Akhir Agustus, Mas. Makanya, aku masih ada waktu untuk menyelesaikan urusan di Jakarta sebelum aku kembali lagi ke Semarang," urai Irfan.
Mas Firhan hanya menganggukkan kepalanya. Kemudian, Irfan dan teman kakaknya itu makan malam bersama. Tak lama, polisi yang sudah membantunya itu berpamitan dengan dirinya untuk pulang terlebih dahulu karena sudah ditunggu sama istrinya di rumah. Ia pun juga kembali menuju ke apartemen. Sampai di apartemen, dia langsung beristirahat.
***
Keesokan paginya, Irfan sengaja tidak melakukan aktifitas di luar. Ia hanya fokus membereskan barang-barangnya dan barang-barang kakak laki-lakinya yang masih tertinggal. Barang itu akan dikirim duluan ke Semarang esok hari menggunakan jasa kurir. Ia hanya meninggalkan beberapa pakaian saja di lemari. Ketika lagi membereskan barang, dering telepon handphonenya berbunyi. Tertera dalam layar handphone tampak nomor kekasihnya yang menelepon. Ia pun mengangkatnya.
"Halo, Sweety, ada apa menelepon?" sapa Irfan.
"Halo, beib. Lagi apa nih?" balas Sheren.
"Lagi beberes barang-barang aja, nih, buat besok dikirim ke Semarang," jelas Irfan.
"Ohh, memang kamu kapan mulai baliknya?" tanya Sheren.
"Kurang lebih 1 bulan lagi, lah. Sampai syuting di sini tuntas dulu," jawab Irfan.
"Ohh, gitu," sahut Sheren.
"Iya. Kamu masih libur sekolah?" tanya Irfan balik.
"Masih nih, paling 2-3 minggu lagi baru masuk," jawab Sheren.
"Ohh, kabar Om Yudi dan Tante Irma, bagaimana?" tanya Irfan lagi.
"Kabar mama sama papa baik-baik saja, kok. Nanti siang, kita mau ke rumahmu nih," ujar Sheren.
"Oh, ya?"
"Iya, mami sama papimu mengundang kita sekeluarga makan siang di rumahmu," terang Sheren.
"Ohh, begitu. Aku gak diajak, nih," ujar Irfan. 
"Kamu jauh, sih," sahut Sheren.
"Hehehe. Iya, sih. Ya sudah, titip salam buat mami dan papi, ya," kata Irfan.
"Iya, beib, nanti akan kusampaikan ke mami dan papi," ujar Sheren.
"Oke, terima kasih ya, sweety," ucap Irfan.
Irfan menyudahi percakapan dengan kekasihnya itu di handphone. Ia segera melanjutkan merapikan barang hingga sore. Sore hari, Irfan menghubungi kurir angkut barang untuk janjian besok. Selesai menelepon kurir, ia menuju ke kamar. Ia pun segera beristirahat karena kelelahan setelah seharian membereskan barang di apartemen.
***
Esok paginya, Irfan dihubungi oleh petugas kurir yang akan mengambil barang. Kurir tersebut mengatakan bahwa ia sudah berada di lantai bawah. Irfan pun segera turun untuk menemui sang kurir terlebih dahulu. Kemudian, barulah, secara satu per satu, ia bersama kurir tersebut mengangkut ke mobil yang akan dipergunakan untuk menuju Semarang. Ternyata, barang yang diangkut pun cukup banyak sehingga membuatnya kelelahan. Setelah mobil kurir tersebut berjalan menuju ke Semarang, ia pun memilih beristirahat sejenak. Setelah capeknya hilang, ia pun segera menelepon kakaknya di Semarang.
"Halo, Mas Banu," sapa Irfan.
"Halo, Fan," balas Mas Banu.
"Mas, barang-barang sudah dikirim ke Semarang. Tolong sampaikan ke mami, ya," Irfan pun menjelaskan maksudnya menelepon.
"Iya, Fan, kira-kira sampainya kapan?" tanya Mas Banu.
"Mungkin, nanti sore paling sudah sampai," jawab Irfan.
"Oke, Fan. Nanti mas sampaikan ke mami," ujar Mas Banu.
Mas Banu pun menutup telepon dari adiknya itu. Kemudian, ia menelepon sang ibu di rumah lamanya.
"Halo, Mi," sapa Mas Banu.
"Halo, Ban. Ada apa?" balas Mami Helena.
"Barusan Irfan ngabarin, barang-barang sudah dikirim dari Jakarta ke Semarang. Kemungkinan, nanti sore sudah sampai," terang Mas Banu.
"Oke, Ban. Kebetulan semua lagi pada di rumah, kok, sore ini," ujar Mami Helena.
"Ya sudah, Mi. Nanti, Banu juga nyusul ke sana setelah pulang kerja," sahut Mas Banu.
"Iya, Ban. Tapi, nanti, kalau masih ada urusan kerjaan, gak usah maksain ke sini," kata Mami Helena.
"Gak apa-apa, kok, Mi. Hari ini lagi gak banyak kerjaan, kok," ungkap Mas Banu.
"Ya sudahlah, terserah kamu, saja," ujar Mami Helena.
Mas Banu pun mengakhiri percakapan di telepon dengan Mami Helena. 
Di Jakarta, Irfan lagi asyik menonton televisi sambil meminum jus yang dipesennya lewat aplikasi online. Ketika lagi asyik menonton, ia tertidur di sofa karena efek kelelahan mengangkut banyak barang tadi pagi.
***
Pagi hari, Irfan terbangun di atas sofa. Kemudian, ia pun melihat jam. Ia sangat kaget karena ternyata jam sudah menunjukkan pukul tujuh. Padahal, dia memiliki janji untuk syuting pada pukul sepuluh. Ia pun langsung terburu-buru untuk mandi. Dia pun menyempatkan diri untuk sarapan sebentar. Selesai sarapan, Irfan langsung berangkat ke lokasi syuting. Sungguh beruntung ternyata ia sampai lokasi syuting tepat waktu. Dia pun melakukan syuting hingga sore hari. Begitulah aktifitasnya setiap hari selama beberapa minggu. 
Akhirnya, Irfan pun sampai pada tahap syuting terakhir. Selesai syuting, ia menemui Bang Mukhlis dan berkata, "Bang Mukhlis, aku mau berbicara sebentar, bisa?"
"Ohh bisa, Fan," sahut bang Mukhlis.
"Begini, bang. Ini sebagai syutingku yang terakhir, ya. Aku akan mundur dari dunia keartisan yang sudah membesarkan namaku. Karena aku harus kembali ke Semarang dan fokus mengurus kuliah dan keluarga," jelas Irfan.
"Yahh, sayang sekali." 
"Iya sih, bang. Tapi mau bagaimana lagi?" ungkap Irfan.
"Ya sudah, yang penting, itu yang terbaik buat kamu," ujar Bang Mukhlis.
"Iya, bang. Ya sudah, aku pamit, ya, Bang. Besok, aku sudah jalan ke Semarang," ujar Irfan.
"Loh, kirain masih lama ke Semarangnya. Tahu-tahunya, tinggal besok saja," sahut Bang Mukhlis.
"Iya, bang."
"Ya, sudah, hati-hati di jalan," pesan Bang Mukhlis.
"Iya, Bang. Salam buat seluruh kru, ya," kata Irfan. 
"Iya, Fan," kata Bang Mukhlis.
Setelah menyampaikan kemundurannya dari dunia artis, Irfan pun segera balik menuju apartemen. Malam hari, di apartemen, ia menelepon orang yang telah berjasa memasukkan dirinya dalam dunia perfilman.
"Halo, Om Ramdan," sapa Irfan.
"Halo, Fan. Ada apa, nih, malam-malam telepon?" balas om Ramdan.
"Begini, Om. Aku cuma mau kasih tahu kalau aku akan mundur dari dunia keartisan," ungkap Irfan.
"Yahh, kok mundur, Fan?" Om Ramdan mengeluhkan kemundurannya Irfan dari dunia keartisan.
"Iya, om. Aku mau fokus kuliah dan keluarga di Semarang," ujar Irfan.
"Ohh, ya sudah, kalau itu sudah menjadi keputusanmu. Om tidak bisa memaksa," kata Om Ramdan. 
"Iya, om. Terima kasih, ya, om, telah mengajak aku mengenal dunia keartisan dengan mengajakku main film," ucap Irfan.
"Iya, Fan. Sama-sama," sahut Om Ramdan, "rencana, kapan kamu balik ke Semarang?"
"Besok, om," jawab Irfan.
"Ya sudah, salam, ya, buat mami dan papimu, Mba Revi, dan Mas Banu juga."
"Iya, om. Nanti akan kusampaikan."
Irfan pun menyudahi percakapannya dengan Om Ramdan di handphone. Malam itu, ia beristirahat untuk menyiapkan stamina besok. Malam itu pun menjadi malam terakhirnya berada di Jakarta. Ia sangat bersyukur dan berterima kasih atas kesempatan selama satu tahun boleh merasakan gemerlap kehidupan di Jakarta. Besok, dia pun akan menuju ke kota kelahirannya kembali yaitu Semarang. Ia akan menjalani kehidupannya sebagai manusia biasa.


Apakah yang akan terjadi setelah Irfan keluar dari dunia artis?
Nantikan terus kisah selanjutnya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar