PERMOHONAN MAAF
Jumat pagi, tepat jam sembilan, Mas Firhan beserta dua anak buahnya sudah berada di lokasi Perumahan Pondok Indah Residence. Mereka bertiga mengecek satu per satu nomer hp penghuni yang ada. Jam sepuluh tepat, Irfan bersama kakaknya dan kekasihnya itu baru tiba. Mereka bertiga langsung menghampiri Mas Firhan.
"Mas, gimana sudah dapat informasi?" tanya Irfan.
"Belum, Fan. Nihil. Tidak ada yang punya nomer itu. Tapi tinggal satu rumah lagi yang belum dicek. Rumah yang di pojok sana," terang mas Firhan.
"Ya sudah, Mas. Gak usah berlama-lama, kita langsung saja menuju ke sana,"
"Oke, Briptu Evan dan Briptu Hadi, kita menuju ke sana," kata Mas Firhan.
Mereka berenam pun menuju ke sana. Di depan rumah tersebut, Mas Banu teringat suatu kenangan akan rumah itu.
"Fan, rumah ini kayaknya mas tahu, deh," kata Mas Banu.
"Rumah siapa, Mas?" tanya Irfan.
"Rumah Om Bayu Sungkara, teman bisnis papi juga," ungkap mas Banu.
"Kok, aku gak pernah tahu, ya," ujar Irfan.
"Iya, jelas aja, karena terakhir ke sini itu, kamu gak ikut sama mami, papi perginya sama Mas Banu saja ke Jakarta, karena kamu masih kecil," terang Mas Banu.
"Ohh, pantes," sahut Irfan.
"Bentar, Bayu Sungkara?" tanya Sheren kepada mas Banu.
"Iya, Sher, kenapa?" tanya Mas Banu balik.
"Oke, aku curiga, jangan-jangan, pelaku ini semua, anaknya Om Bayu," ujar Sheren.
"Loh, kamu kenal anaknya om Bayu?" tanya Mas Banu.
"Kenal, mas, dia itu Rifat Sungkara, mantanku, yang dari kemarin nguber minta balikan sama aku," jelas Sheren.
"Wah, bisa jadi dia pelakunya, tuh," kata Irfan.
"Oke, kalau kamu Banu dan Sheren sudah kenal mereka, itu akan mempermudah penyelidikan kita," potong mas Firhan, "sekarang, ayo kita masuk ke rumah itu."
Mereka berenam masuk ke rumah Bayu Sungkara. Mereka disambut oleh Pak Bayu Sungkara dengan ramah.
"Eh, kalian, Banu, Sheren, dan ini pasti Irfan, ya, adikmu Banu," kata Pak Bayu.
"Iya, Om," sahut Mas Banu.
"Ada apa nih?" tanya Pak Bayu.
"Gini, om, kami datang ke sini mau menanyakan sesuatu," ujar Mas Banu.
"Apa tuh?" tanya Pak Bayu lagi, "oh iya, kalian ayo masuk ke dalam, duduk dulu. Sepertinya penting, karena kalian membawa polisi segala."
Mereka pun masuk dan duduk di ruang tamu rumah Pak Bayu.
"Oke, tadi apa yang mau ditanyakan?" tanya pak Bayu mengulang pertanyaannya.
"Maaf, sebelumnya, apakah di rumah ini ada yang menggunakan nomer hp ini?" tanya Mas Firhan menunjukkan nomer hp yang dimaksud.
"Setahu saya, tidak ada yang menggunakan nomer ini," jawab Pak Bayu.
"Tapi lokasi GPS nomer ini terakhir ada di sekitar sini, pak," ujar Mas Firhan.
"Hmm, nanti, coba kita tanya anak saya. Anak saya lagi keluar, sebentar lagi juga balik," ujar Pak Bayu.
"Oke, kami akan menunggu," sahut Mas Firhan.
Mereka berenam menunggu kedatangan Rifat. Sementara menunggu, mereka mengobrol panjang lebar permasalahan terkait nomer tersebut.
***
Tidak berapa lama, Rifat datang bersama Caroline. Ia pun kaget melihat ada musuhnya bersama polisi. Dia tidak mau ditangkap oleh polisi, maka dirinya pun langsung keluar lagi dari halaman rumahnya. Ia pun kabur. Rupanya, Irfan melihat dia yang kabur. Secara otomatis, musuhnya itu pun langsung sontak berteriak.
"Mas, itu Rifat datang bersama Caroline," teriak Irfan.
"Mana?" tanya Mas Firhan.
"Itu mereka lari kabur keluar lagi," ujar Irfan.
"Pasti dia kabur karena lihat kamu," sahut Mas Firhan.
"Kalau begitu, kita kejar aja, Mas," seru Irfan.
Mas Firhan pun langsung menginstruksikan kedua anak buahnya untuk mengejar. Rifat berlari semakin kencang, namun Caroline tidak mampu. Wanita yang bersama Rifat itu pun tertangkap oleh Briptu Hadi. Sementara itu, ia dan Briptu Evan tetap mengejar target mereka yang satunya.
"Berhenti kamu," teriak Briptu Evan, "atau aku akan menembakmu."
Rifat tidak memperdulikannya. Ia masih terus saja berlari. Akhirnya, ia pun ditembak kakinya sehingga kakinya terluka. Dia pun tidak sanggup lagi untuk berlari. Dua polisi muda yang mengejar pun berhasil menangkapnya. Kemudian, dia bersama Caroline langsung digiring dan dibawa ke rumahnya pak Bayu.
"Rifat, apakah kamu tahu nomer ini?" tanya Mas Firhan.
"Tidak, saya tidak tahu," ujar Rifat.
"Jangan bohong, kamu, Fat," sahut Sheren.
"Sher, aku mau balikan," mohon Rifat.
"Ogah aku balikan sama kamu," tolak Sheren.
"Sher, please," mohon Rifat lagi.
"Sudah, cepat, tunjukkan ruanganmu di mana? Kami mau menyelidiki lebih dalam," kata Mas Firhan.
Rifat pun menunjukkan kamarnya. Mereka semua masuk ke kamar itu. Mereka pun melihat ada monitor PC yang bernyala. Monitor itu menampakkan suasana kamar di apartemen Caroline.
"Nah, kan, terbukti kamu bekerjasama dengan Caroline," ujar mas Firhan.
Irfan menemukan sebuah simcard di atas meja.
"Mas, coba cek simcard ini. Jangan-jangan simcard ini yang dipakai buat meneror aku," kata Irfan kepada Mas Firhan.
"Coba Briptu Evan, masukkan simcard itu ke hp," perintah Mas Firhan.
"Baik, komandan," kata Briptu Evan.
Briptu Evan memasukkan simcard ke hp. Ternyata setelah dicoba pakai menelepon, simcard itu adalah nomer yang dipakai untuk meneror.
"Komandan, ternyata benar, simcard inilah yang dipakai untuk meneror," kata Briptu Evan.
"Oke, baik, kalau begitu. Bawa mereka berdua ke kantor polisi," titah Mas Firhan.
Begitu mendengar Rifat, anaknya akan dibawa ke kantor polisi, Pak Bayu langsung memohon kepada kedua anak Wahyu Sudjatmiko itu untuk memaafkannya.
"Irfan, Banu, maafin anak om, jangan penjarakan Rifat," mohon pak Bayu.
"Maaf, om, aku tidak bisa, sebelum Rifat sendiri yang meminta maaf," ujar Irfan.
"Fat, ayolah, Nak, minta maaf sama Nak Irfan," kata Pak Bayu.
"Tak sudi, ya, dia sudah merebut pacarku," kata Rifat seraya meludah ke arah Irfan.
"Nah, om lihat kan, anak om tidak ada penyesalan sama sekali," kata Irfan lagi.
Pak Bayu pun pasrah. Ia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Anak semata wayangnya itu bersama dengan teman cewek anaknya tetap dibawa ke kantor polisi untuk ditindak lebih lanjut.
Sementara itu, Irfan bersama kakak dan kekasih dirinya balik ke apartemen. Namun, sebelumnya mereka bertiga menyempatkan diri untuk makan siang. Pada saat makan siang.
"Akhirnya, kita bisa menyelesaikan investigasi ini," ujar Irfan.
"Iya, beib, aku tidak menyangka ternyata ini yang akan dilakukan Rifat. Untung saja aku tidak mudah terpengaruh," kata Sheren.
"Iya, ya. Terima kasih kamu sudah percaya sama aku, sweety. Oia, mas Banu, terima kasih juga sudah bela-belain membantu kasus aku."
"Sama-sama, Fan. Sebagai kakak, aku kan harus melindungi adiknya. Apalagi adik kesayangan begini," sahut mas Banu.
Irfan hanya menyengir saja. Mereka bertiga pun melanjutkan makan siangnya. Selesai makan siang, mereka bertiga pulang menuju apartemen. Tiba di apartemen, Irfan langsung beristirahat di kamarnya.
***
Sementara itu, di rumah Pak Bayu. Tampak Pak Bayu sedang menelepon rekan bisnis sekaligus sahabatnya. Orang itu ialah papi Wahyu.
"Halo, Wahyu," kata Pak Bayu.
"Iya, halo, Bayu. Ada apa nih?" kata Papi Wahyu.
"Begini, kita kan sahabatan sudah lama. Tolonglah, kamu membujuk anakmu untuk mencabut tuntutannya terhadap anak saya," jelas Pak Bayu.
"Loh, memang ada apa?" tanya Papi Wahyu kebingungan.
"Ceritanya, aku sih, tidak tahu pasti. Tapi, aku cuma mau minta tolong kamu untuk bujuk anakmu," jawab Pak Bayu.
"Tapi, bagaimana mau bujuk? Kalau aku saja tidak tahu ada apa gerangan," ujar Papi Wahyu.
"Please, Wahyu. Tolong saya!" mohon Pak Bayu.
"Ya sudah, oke, nanti kucoba. Mudah-mudahan bisa membantu," Papi Wahyu pun menjadi luluh.
"Terima kasih, Wahyu," ucap Pak Bayu.
"Sama-sama."
Papi Wahyu menutup telepon. Setelah menutup telepon, ia pun dikagetkan oleh mami Helena.
"Siapa, Pi, yang menelepon?" tanya Mami Helena.
"Bayu, teman Papi," jawab Papi Wahyu.
"Oh, kirain dari Irfan, ada apa memangnya?" tanya Mami Helena lagi.
"Bayu minta tolong papi agar Irfan mencabut tuntutan terhadap anaknya," jelas Papi Wahyu.
"Hah, tuntutan? Ada apa? Kok bisa? Kok Irfan atau Banu gak pernah kabari kita," cecar Mami Helena.
"Papi juga gak tahu ternyata mereka ada kasus," ujar Papi Wahyu.
"Coba, Pi, telepon Irfan," perintah Mami Helena.
Sang ayah pun menelepon Irfan. Irfan yang lagi tidur pun terbangun karena bunyi nada dering handphone. Dia langsung melihat ke layar handphone. Tampak ada panggilan papinya itu tertera di layar handphone. Ia pun segera menjawabnya.
"Halo, pi. Ada apa?" sapa Irfan.
"Halo, Fan. Gimana di sana?" tanya Papi Wahyu.
"Baik-baik saja, kok, di sini. Mas Banu juga baik-baik saja," jawab Irfan.
"Fan, tadi Om Bayu menelepon papi, katanya kamu diminta cabut tuntutan terhadap anaknya. Tuntutan apa sih maksudnya?" ujar Papi Wahyu.
"Oh, Pak Bayu jadi sudah cerita ke papi," sahut Irfan.
"Sudah, tapi belum jelas masalahnya. Memang ada masalah apa sih?"
Irfan pun menceritakan duduk permasalahannya secara panjang lebar. Ayah tercintanya pun mendengarkan dengan seksama. Kemudian, sang ayah pun menyimpulkan.
"Oh, oke, sekarang papi tahu. Itu kan, masalah gak ruwet. Ya sudahlah, kamu maafkan aja Rifat. Papi gak enak sama Om Bayu. Om Bayu, kan, temen papi sudah lama," kata Papi Wahyu.
"Iya, pi, aku, sih, sudah maafkan, tetapi aku maunya Rifat sendiri yang meminta maaf langsung. Akan tetapi, tadi saja, om Bayu sudah meminta Rifat minta maaf, Rifatnya malah gak mau, pi," jelas Irfan.
"Oh, gitu. Ya sudah, kalau begitu, tapi kalau Rifat minta maaf, kamu mau, kan, maafkan dia."
"Aku mau-mau aja, pi."
"Ya sudah. Mas Banu mana?" tanya Papi Wahyu.
"Ada di kamarnya, pi. Mau ngomong?" tawar Irfan.
"Tidak usah, gak apa-apa. Papi cuma nanya aja. Ya sudah, ya, sekarang papi sudah jelas. Tadi, papi sempat kaget kok tiba-tiba om Bayu bilang begitu. Kan, kamu gak pernah kasih tahu papi kalau ada apa-apa," ujar Papi Wahyu.
"Iya, pi. Irfan memang gak kasih tahu papi sama mami takut membuat papi sama mami ikut khawatir," terang Irfan.
"Ya, sudah, kalau begitu. Sudah dulu, ya. Salam buat mas Banu. Papi sama mami kangen nih sama kalian,"
"Iya, pi, nanti kalau ada waktu, kami pulang ke Semarang, kok. Oia, salam juga buat mami dan Mba Revi,"
"Iya, Fan. Nanti papi sampaikan,"
"Dah, Pi,"
"Dah. Tuhan memberkati,"
"Tuhan memberkati juga, Pi,"
Irfan mengakhiri panggilan telepon dari papinya. Ia pun segera tidur kembali.
Sementara, di rumah Semarang.
"Gimana, pi? Ada apa?" cecar mami Helena.
Papi Wahyu menceritakan kepada sang istri tentang apa yang terjadi sama anak bungsunya itu. Istri tercintanya pun hanya mengangguk-angguk saja. Kemudian, sang istri tercinta kembali ke dapur.
***
Malam hari, di apartemen Mediterania. Mas Banu sedang menonton televisi. Irfan sedang membuatkan kopi untuk dirinya dan kakaknya di dapur. Selesai membuat kopi, Irfan menghampiri kakak tercintanya yang sedang menonton televisi. Sambil membawa kopi, ia pun berkata kepada kakak laki-lakinya itu, "Mas, tadi, papi menelepon tuh."
"Telepon?" Tanya Mas Banu.
"Iya, mas," jawab Irfan, "oia, ini kopinya, Mas."
"Oia, makasih, Fan," sahut Mas Banu, "balik ke soal papi. Ada apa papi menelepon?"
"Rupanya, Om Bayu minta tolong papi untuk bujuk aku agar mau mencabut tuntutan terhadap Rifat, Mas," jelas Irfan.
"Ohh, gitu," sahut Mas Banu.
"Iya, Mas. Aku juga jadinya cerita, deh, ke papi. Padahal, dari kemarin, aku sengaja gak mau kasih tahu papi sama mami soal ini," ujar Irfan.
"Oh, kamu gak kasih tahu papi sama mami, ya," sahut Mas Banu.
"Iya, mas. Aku takut bikin mereka khawatir, Mas," kata Irfan.
"Ohh."
Selesai berdiskusi soal itu, Irfan dan Mas Banu pun membicarakan hal lainnya sambil nonton televisi dan meminum kopi. Jam pun sudah menunjukkan pukul sepuluh, Irfan dan mas Banu pun beristirahat.
***
Besok paginya, Pak Bayu mengunjungi rumah tahanan tempat anak semata wayangnya beserta teman ceweknya ditahan sementara. Tiba di rutan, Pak Bayu langsung menemui petugas sipir.
"Selamat pagi, Pak. Apakah saya bisa bertemu dengan tahanan bernama Rifat dan Caroline?" kata pak Bayu.
"Selamat pagi. Sebentar saya panggil dan keluarkan mereka dulu," kata petugas sipir itu.
Petugas sipir tersebut menuju ke sel tempat Rifat dan Caroline ditahan. Kemudian, ia membawa Rifat beserta Caroline menuju ke tempat Pak Bayu berada.
"Rifat, anakku," lirih Pak Bayu.
"Iya, Pa," kata Rifat.
"Fat, mengalahlah, minta maaf sama Irfan," bujuk Pak Bayu.
"Aku gak mau, Pa. Dia itu sudah merebut Sheren dariku," ujar Rifat.
"Kan, waktu itu kamu juga yang memutuskan dia karena tidak siap LDR dengan Sheren. Kenapa di saat begini, kamu minta balikan?" ungkap Pak Bayu.
"Karena sebenarnya, aku masih suka sama dia, Pa," terang Rifat.
"Ya sudahlah, biarkan saja mereka, kamu mending sama nak Caroline saja," bujuk Pak Bayu
"Iya, Fat. Sudah sama aku saja. Kamu gak tahu kan. Aku tuh selama ini menaruh rasa sama kamu," rayu Caroline.
Rifat hanya diam seribu bahasa.
"Tuh, Nak. Caroline mau sama dirimu, Nak," ujar pak Bayu.
"Tapi-," sahut Rifat.
"Dicoba saja dulu. Papi tuh sedih sendirian di rumah, gak ada dirimu, karena kamu ditahan di sini."
"Hmm, oke deh, demi papa, aku rela mengalah deh. Papa coba hubungi Irfan ya, buat datang ke sini," kata Rifat.
"Oke, nanti siang, papa akan ngajak ketemuan Irfan," ujar Pak Bayu.
"Oke, pa."
Seusai pembicaraan, petugas sipir pun kembali membawa Caroline dan Rifat ke dalam sel. Pak Bayu segera pergi dari rumah tahanan tersebut. Ia menuju ke kantornya. Tiba di kantor, dia pun langsung menuju ke ruangan. Siang hari, Pak Bayu menepati janji. Ia menghubungi ayahnya Irfan untuk mencari nomor handphone Irfan. Setelah mendapatkan nomor handphone tersebut, Ia pun segera menelepon anak sahabatnya itu. Anak kawannya itu tidak menjawab panggilan teleponnya karena lagi syuting. Kedua kalinya, ia mencoba menelepon lagi namun tetap tidak dijawab.
Selesai syuting, Irfan melihat layar handphone. Ternyata ada dua panggilan tak terjawab dari nomor yang sama. Ia pun mencoba menelepon nomor tersebut.
"Halo, ini nomor siapa ya?" sapa Irfan.
"Halo, Fan. Ini Om Bayu," jawab pak Bayu.
"Oh, ini nomor om Bayu, toh, ada apa om?" sahut Irfan.
"Malam ini, ada acara gak?" tanya Pak Bayu.
"Gak, om, kenapa gitu?" sahut Irfan.
"Om mau ngajak kamu sama Mas Banu makan malam bersama. Kamu mau kan?" ujar Pak Bayu.
"Aku, sih, bisa, om. Tapi Mas Banu harus kutanyakan dulu," jawab Irfan, "makan dimana, Om?"
"Di The Duck King Pondok Indah Mall aja," jawab Pak Bayu.
"Oke, om. Nanti kukabari lagi ya," sahut Irfan.
Irfan mengakhiri panggilan telepon. Kemudian, Ia segera menelepon Mas Banu.
"Halo, Mas Banu," sapa Irfan.
"Halo, Fan. Ada apa ya?" tanya mas Banu.
"Mas, Om Bayu mengajak kita ketemu, makan malam di The Duck King PIM," terang Irfan.
"Boleh saja. Kebetulan, mas nanti pulang cepat. Nanti, mas jemput kamu di apartemen. Jadi, kita gak perlu bawa 2 mobil segala," jelas Mas Banu.
"Oke, mas. Udah ya, mas, aku mau balik ke apartemen. Kebetulan udah kelar syuting, nih," ujar Irfan.
"Ya udah, oke. Hati-hati di jalan," pesan Mas Banu.
Irfan mengakhiri panggilan telepon dengan Mas Banu. Selanjutnya, ia menelepon balik Pak Bayu untuk mengabarkan kalau nanti malam mereka berdua bersedia untuk makan malam bersama beliau. Meski ada masalah dengan anaknya, dia tidak memutus tali silaturahmi dengan sahabat ayahnya itu. Selesai menelepon, Irfan menuju ke apartemennya.
Malam hari, Irfan dan kakaknya menuju ke restaurant The Duck King, tempat mereka janjian makan malam bersama dengan Pak Bayu. Tiba di sana, sahabat ayahnya itu sudah duduk di sana.
"Hei, Fan, Ban. Sini duduk," ujar Pak Bayu.
"Iya, om," sahut Irfan.
"Kamu di sini sudah berapa lama di Jakarta?" tanya Pak Bayu.
"Dua minggu lebih, om," jawab Irfan.
"Ohh. Gini, om langsung saja, ya. Om mengajak kalian berdua bertemu, tujuannya adalah mau menyampaikan permohonan maaf dari Rifat. Rifat sudah menyesali perbuatannya. Jadi, om harap kamu mau mencabut laporanmu di kantor polisi," jelas Pak Bayu.
"Hmm, gini, om. Kemarin, papi juga sudah menelepon ke aku. Jadi, aku pikir-pikir, karena papi sahabatan sama om sudah lama, jadi aku gak mau menjadi penghancur persahabatan papi sama om. Aku juga memutuskan untuk memaafkan Rifat, om. Besok, rencananya, aku akan mencabut laporanku," terang Irfan.
"Aduh, makasih sekali, ya, Fan," sahut Pak Bayu.
"Iya, om. Aku sudah anggap om seperti omku sendiri dari dulu," ujar Irfan.
Irfan bersama kakaknya dan sahabat ayahnya itu pun makan malam bersama. Selesai makan malam, mereka berpisah. Irfan dan Mas Banu kembali menuju ke apartemennya. Ia merasa senang bisa memaafkan orang lain. Berarti, dengan ini, masalahnya bisa terselesaikan dengan baik-baik secara kekeluargaan.
Satu masalah terselesaikan
Bagaimana kelanjutan hubungan Irfan dan Sheren selanjutnya?
Akankah timbul masalah lain?
Nantikan terus bagian selanjutnya..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar