Terjemahkan

Jumat, 01 Mei 2020

Irfan Story Season II (Semuanya Berakhir Sudah) - Part I



BAB I
INVESTIGASI JEBAKAN

Irfan sampai di apartemennya dalam kondisi lemas tak bertenaga dan mengetuk pintu. Begitu mendengar ketukan pintu, Mas Banu membuka pintunya. Ia melihat adiknya itu berdiri di depan pintu. Dia pun langsung memeluk adik kesayangannya itu. Jujur, semalaman, Mas Banu sangat mengkhawatirkan Irfan yang tidak pulang malam itu.
FLASHBACK ON
Malam itu, Mas Banu tampak belum tidur. Ia mondar-mandir sambil melihat jam. Jam sudah hampir tengah malam, namun adiknya tidak kunjung pulang. Ia mencoba menelepon handphone adiknya, tetapi tidak diangkatnya. Ia tetap menunggu kepulangan adiknya itu dengan penuh kecemasan. Hingga akhirnya, pada jam dua dini hari, ia pun tertidur di sofa. Pagi hari, Mas Banu terbangun karena mendengar suara ketukan pintu. Begitu membuka pintu, ia merasa senang dan tidak cemas lagi.
FLASHBACK OFF
"Fan, kemana saja dirimu? Mas mengkhawatirkanmu," ujar Mas Banu.
"Ceritanya panjang, Mas," lirih Irfan.
"Terus handphonemu, kenapa tidak bisa dihubungi?" tanya Mas Banu.
Irfan meraba kantong celana kanan dan kiri. Handphonenya tidak ditemukan. Ia pun mencoba meraba kantong jaketnya. Ternyata handphonenya ada di situ. Ia pun mengeluarkan handphone itu. Ketika melihat handphone, ternyata dalam kondisi mati. 
"Mas, ternyata baterenya habis," kata Irfan seraya menunjukkan hpnya yang mati.
"Ya sudah, gak apa-apa, yang penting dirimu sudah balik," ujar mas Banu.
"Mas, aku mau istirahat dulu, ya," potong Irfan.
Irfan pun masuk ke dalam kamarnya. Ia segera beristirahat. Dia sudah merasa pasrah apabila permasalahan ini akan mengakibatkan hubungannya harus berakhir. 
Sementara itu di ruang sebelah, tepatnya di apartemen Sheren. Ia baru saja melihat handphonenya. Dia membuka chat Whatsapp dari nomor asing. Ia pun kaget begitu melihat kiriman pesan tersebut. Isi pesan tersebut adalah foto Irfan bersama cewek lain di tempat tidur. Sheren sangat shock. Ia segera menelepon Irfan namun tak diangkat. 
Sheren pun keluar dari ruang apartemen. Ia menuju ruang apartemen Irfan. Sheren mengetuk pintu. Kakak kekasihnya yang membukakan pintu.
"Mas, Irfan mana?" tanya Sheren.
"Ada di kamar lagi istirahat," jawab Mas Banu.
"Bisa dibangunkan gak mas? Penting soalnya," ujar Sheren.
"Bentar, ya, mas bangunkan dulu," kata Mas Banu.
"Iya, mas," sahut Sheren.
Mas Banu membangunkan adiknya itu. Irfan pun bangun. Ia segera menemui Sheren. Begitu melihat dirinya keluar kamar, kekasihnya itu langsung menghampiri dan bertanya, "Beib, bisa jelasin foto ini?"
Sheren menunjukkan sebuah foto yang dikirim kepadanya. Irfan pun kaget karena kekasihnya itu mendapatkan foto dirinya semalam bersama dengan Caroline.
"Beib, kok, diem aja?" tanya Sheren lagi.
"Hmm, kamu jangan marah, ya, tapinya," sahut Irfan.
"Aku gak marah, sih. Cuma kok bisa terjadi seperti ini," kata Sheren.
"Aku juga gak tahu karena kondisiku semalam tidak sadarkan diri, aku bangun-bangun sudah di apartemen Caroline dan sudah tidak berpakaian," jelas Irfan.
Mas Banu mendengar percakapan mereka berdua. Ia pun ikutan berbicara, "Hmm, kayaknya ini harus diselidiki sebelum media mengendus kejadian ini dan berakibat fatal." 
Sheren pun setuju dengan pernyataan Mas Banu. Begitu pula, Irfan pun juga sependapat dengan mereka. Irfan segera memutar otak bagaimana cara menyelidiki permasalahan itu.
"Sweety, omong-omong, apakah dirimu sudah mencoba telepon balik nomor tersebut?" tanya Irfan.
"Belum, beib," jawab Sheren.
"Coba, deh, kamu hubungi, siapa tahu dari situ kita bisa tahu kuncinya," perintah Irfan.
Sheren mencoba berkali-kali nomor tersebut namun tidak bisa. Akhirnya, Irfan pun punya ide untuk kembali ke apartemen Caroline guna penyelidikan.
"Aku tahu. Pasti di apartemen Caroline, ada sesuatu yang tersembunyi untuk mengambil foto itu," kata Irfan, "karena gak mungkin Caroline merekam foto itu sendiri tanpa ada bantuan."
"Bisa jadi, pasti ada yang pasang kamera pengintai," timpal mas Banu. 
"Oke, mas, kalau begitu aku akan kembali ke sana," ujar Irfan.
"Mas ikut ya, mas takut terjadi apa-apa sama dirimu," kata Mas Banu.
"Aku juga ikut, beib," sahut Sheren.
Irfan bersama kakaknya dan kekasihnya itu segera menuju ke apartemen Caroline. Setiba di apartemen Caroline, ia langsung mengedor pintu ruangan Caroline.
"Caroline, buka pintunya," teriak Irfan.
Caroline membuka pintunya. Mereka bertiga pun langsung masuk.
"Eh, apa-apaan ini, kalian bertiga, masuk-masuk tanpa izin, gak sopan," kata Caroline.
"Udah, diem kamu, kita mau ngecek kamar kamu," bentak Irfan.
"Gak boleh lu masuk kamar gue," Caroline berdiri menghalangi mereka di depan pintu kamar.
"Sudah, minggir lu," usir Irfan seraya mendorong Caroline ke pinggir.
Irfan, Sheren, dan Mas Banu tetap memaksa masuk ke kamar Caroline. Di luar kamar, Caroline kebingungan dan ketakutan. Ia takut ketahuan rencananya bersama Rifat terbongkar. Irfan, Mas Banu, dan Sheren mengecek seluruh ruangan. Mereka pun menemukan sesuatu yang janggal. Wanita yang apartemennya dimasuki oleh mereka bertiga itu marah. Ia menyusul masuk ke kamar.
"Kalian bertiga, ya, main masuk-masuk ke kamar orang. Keluar kalian atau kupanggil polisi," kata Caroline mengusir mereka bertiga.
Kebetulan saat Caroline mengusir mereka, Irfan dan Mas Banu sudah menemukan yang mereka cari, namun mereka masih merahasiakannya. Mereka tidak mengatakannya kalau mereka mengetahui sesuatu. Mereka bertiga pun keluar dari ruangan apartemen Caroline. Dalam perjalanan pulang ke apartemen Irfan.
"Mas, tadi menemukan sesuatu, gak?" tanya Irfan.
"Tadi, mas melihat ada kamera yang mencurigakan di pojok kamar," jawab mas Banu.
Sheren pun mengiyakan pernyataan Mas Banu karena ia juga melihat kamera tersebut.
"Oke, tapi apa mungkin Caroline yang melakukan sendiri? Sepertinya tidak, pasti ada orang lain lagi, karena aku rasanya tidak punya masalah dengan Caroline," ujar Irfan.
"Iya, juga, ya, bener, pasti ada orang lagi di balik itu," timpal Sheren.
Mereka bertiga masih menganalisis peristiwa itu. Tidak berasa, mereka sudah sampai di apartemen. Mereka langsung menuju ke ruangan apartemen Irfan. Sambil makan siang, mereka berdiskusi kembali.
"Sher, nomor yang memberi foto itu sepertinya pasti ada hubungannya. Coba deh hubungi lagi," kata Mas Banu.
"Benar sekali, tuh. Siapa tahu dari situ bisa terungkap," ujar Irfan.
"Oke, aku coba hubungi lagi, ya," sahut Sheren.
Sheren mencoba menghubungi nomor tersebut lagi, namun masih sama seperti tadi. Puluhan kali dicoba, tapi tetap tidak bisa juga.
"Oh iya, mas baru ingat, mas akan coba hubungi Mas Firhan. Kan, dia polisi bekerja di bagian reserse cybercrime, pasti dia bisa melacaknya," kata Mas Banu.
"Oia, mas. Benar tuh ide mas," kata Irfan.
Mas Banu segera mengambil handphone. Ia pun menghubungi Mas Firhan.
"Halo, Fir," kata Mas Banu.
"Halo, Ban. Ada apa nih nelpon malam-malam?" tanya Mas Firhan.
"Mau minta tolong nih. Tapi panjang ceritanya, gak akan cukup kalau cuma via hp saja," jelas Mas Banu.
"Ya sudah, mau ketemu?" tawar Mas Firhan.
"Hmm, kalau malam ini aku gak bisa, kalau besok bagaimana?" ujar Mas Banu.
"Besok aku yang gak bisa, Ban. Aku ada tugas menangani sebuah kasus," tolak Mas Firhan.
"Hmm, kalau Selasa?" tawar Mas Banu.
"Oke, aku bisa. Aku ada waktu kosong jam 10.00 - 13.00. Kita ketemuan di Polda Metro Jaya aja, ya. Aku tugas di sana," jawab Mas Firhan.
"Oke, Fir," sahut Mas Banu.
Mas Banu pun mengakhiri pembicaraannya dengan Mas Firhan di telepon. 
"Bagaimana, Mas?" tanya Irfan.
"Mas Firhan bisa ditemui hari Selasa," kata Mas Banu.
"Oh oke, mas," sahut Irfan.
"Ya sudah, sekarang kalian pada istirahat, pasti pada capek kan," ujar Mas Banu.
"Iya, nih, mas. Ya sudah, beib, aku balik dulu ya," pamit Sheren.
"Iya, sweety. Kamu masih percaya aku, kan?" kata Irfan.
"Percaya, kok, makanya aku gak marah malah bantu kamu mengungkapnya kan," ujar Sheren.
"Iya, sih. Terima kasih, ya," sahut Irfan sambil mencium kening Sheren.
Sheren pun balik ke ruang apartemennya. Irfan dan mas Banu pun beristirahat. Investigasi hari pertama pun berakhir sore itu.
***
Hari Selasa, hari yang dinanti pun tiba. Pagi itu, Mas Banu khusus mengambil cuti untuk membantu Irfan menyelesaikan kasusnya. Ia dan adiknya itu pun bersiap-siap menuju ke Polda Metro Jaya. Kekasih adiknya turut ikut serta bersama dengan mereka. Tiba di Polda Metro Jaya, mereka disambut oleh seorang polisi.
"Selamat pagi, saya Briptu Evan Widjaja. Ada yang bisa dibantu?" kata Briptu Evan.
"Pagi, saya Rusbanu Putra Sudjatmiko ingin bertemu dengan Kompol Firhan Irgiawan, Bagian Reserse Kriminal Cybercrime," kata Mas Banu.
"Apakah sudah ada janji?" tanya Briptu Evan.
"Sudah dari hari Minggu," jawab Mas Banu.
"Oke, tunggu sebentar di sini, saya lihat dulu pak Firhannya," ujar Briptu Evan.
Briptu Evan masuk ke dalam ruangan. Ia menemui pak Firhan.
"Pagi, pak Firhan. Ada 3 orang ingin bertemu dengan bapak," kata Briptu Evan.
"Pagi. Siapa orangnya?" kata Mas Firhan.
"Katanya, Rusbanu Putra Sudjatmiko," jawab Briptu Evan.
"Ohh, suruh mereka masuk. Bilang, saya sudah tunggu di ruangan," perintah Mas Firhan.
"Oke, baik, pak," sahut Briptu Evan.
Briptu Evan kembali menemui Irfan, Mas Banu, dan Sheren. Briptu Evan pun mempersilakan mereka bertiga untuk masuk ke dalam ruangan menemui Mas Firhan. Mas Banu membuka pintu ruangan Mas Firhan dan berkata, "Pagi, Bapak Firhan terhormat."
"Eh, Ban. Masuk sini," kata mas Firhan.
Irfan, mas Banu, dan Sheren masuk ke dalam ruangan tersebut. Mereka pun duduk di kursi yang sudah disediakan.
"Mau pada minum apa?" tawar Mas Firhan.
"Gak usah, lah, kan, kita di sini mau laporan saja. Bukan untuk bertamu," kata Mas Banu.
"Oke. Ini ada apa, ya?" tanya Mas Firhan.
"Fan, coba jelaskan ke Mas Firhan," perintah mas Banu.
"Begini, mas, sebenarnya aku agak malu mau menceritakan tetapi kalau gak diceritakan akan berkepanjangan. Jadi, begini, ada orang yang meneror mengirimkan fotoku dengan seseorang dalam kondisi tidak berbusana posisi tiduran. Padahal, saat kejadian itu, aku dalam kondisi tidak sadar. Aku merasa sepertinya aku dijebak oleh komplotan mereka," jelas Irfan.
"Hmm, boleh saya coba lihat foto yang dimaksud?" tanya mas Firhan.
"Sweety, coba, kasih lihat foto di handphonemu," perintah Irfan.
Sheren mengambil handphone. Ia mencari file foto itu. Kemudian, kekasih Irfan itu membuka file foto tersebut. Ia pun menyerahkan handphone kepada Mas Firhan. Mas Firhan menyelidiki foto tersebut lebih dalam.
"Hmm, kalian sudah mencoba menghubungi nomor pengirim?" tanya mas Firhan.
"Sudah, tapi nomornya sepertinya sudah tidak aktif," jawab Irfan.
"Hmm, pasti simcardnya sudah dilepas dari handphonenya nih. Terus apa lagi yang mencurigakan?" ujar Mas Firhan.
"Minggu setelah kejadian, aku kembali ke lokasi kejadian tersebut. Kemudian, kita bertiga mengecek tempat tersebut. Kita menemukan sebuah kamera di kamar tersebut, tetapi kami tidak tahu monitornya ada di mana," terang Irfan.
"Hmm, pasti disembunyikan di suatu tempat, monitor untuk memantaunya. Oke, kalau gitu, aku catat dulu laporannya dan nomer hp pengirim. Nanti, aku coba lacak nomor itu terdaftar dengan nama identitas siapa. Kalau sudah ketahuan, aku akan kabari lagi," janji Mas Firhan.
"Oke, baik, mas," sahut Irfan, "kira-kira, kapan mas akan kasih tahu saya?"
"Paling cepat 2 hari. Hari Kamis, lah, kurang lebih," jawab Mas Firhan.
"Hmm, oke deh mas, baik," sahut Irfan.
"Nanti kukabari ke handphonemu atau handphone mas Banu nih?" tanya Mas Firhan.
"Ke dua-duanya juga boleh," ujar Irfan.
"Kalau gitu, saya minta nomer hpmu, Fan," kata Mas Firhan
Irfan mencatat nomer handphone di sebuah kertas. Kemudian, ia memberikan kertas itu kepada Mas Firhan.
"Oke, ini, saya simpan nomer hpmu," kata Mas Firhan.
"Iya, mas," sahut Irfan.
"Ada lagi yang mau disampaikan?" tanya Mas Firhan. 
"Tidak ada sih, mas," ujar Irfan.
"Oke deh, kalau begitu," sahut Mas Firhan.
"Ya sudah. Mas, aku, Mas Banu, dan Sheren pamit, ya, mas," kata Irfan.
Mas Firhan pun mempersilakan mereka untuk pulang. Sebelumnya, Irfan juga mengucapkan terima kasih kepada Mas Firhan yang mau membantunya. Kemudian, mereka bertiga segera menuju ke mobil. Mas Banu melajukan mobil kembali menuju apartemen. Dalam perjalanan di mobil.
"Mas, rencananya, abis ini mau kemana?" tanya Irfan.
"Paling ke kantor," jawab Mas Banu.
"Hmm, ya sudah," ujar Irfan.
Mereka bertiga pun sampai di apartemen. Irfan dan Sheren turun dari mobil. Sementara, mas Banu langsung melanjutkan perjalanan menuju ke kantor. Irfan dan kekasihnya itu naik ke lantai atas. Sambil berjalan, ia pun meminta maaf kepada pasangannya itu karena mengacaukan liburannya di Jakarta yang seharusnya bisa senang-senang, namun harus terlibat kasus seperti ini. Kekasihnya itu pun memaklumi. Tiba di ruangan apartemen, ia langsung masuk ke dalam kamar. Dia segera beristirahat. Kali ini, ia bisa tidur dengan tenang dan semoga mendapatkan titik terang dari kasusnya.
***
Hari Rabu, aktifitas syuting Irfan berjalan seperti biasa. Ia menjalani syuting iklan. Kebetulan sinetron yang dibintanginya bersama Caroline lagi off sementara waktu sehingga dia tidak perlu bertemu wanita yang telah membuatnya trauma. Dia pun menjalani syuting hingga sore hari. Malam hari, sepulang dari lokasi syuting, Irfan kembali menuju ke apartemen. Setiba di apartemen, ia mendapat panggilan telepon. Dia melihat ke layar handphone tampak tertera nomor asing. Ia langsung mengangkatnya. Dia berharap Mas Firhan yang menelepon memberikan kabar baik. Namun.
"Rasakan, kau akan segera putus hahaha," kata suara di telepon.
"Halo, ini siapa?" sahut Irfan.
Telepon langsung putus. Irfan melihat lagi ke layar handphone. Ia kaget melihat nomer yang tertera. Nomor itu sama dengan nomor yang mengirim foto ke Sheren. Dia pun sangat ingat betul dengan nomor itu. Ia mencoba mengontak nomer tersebut lagi, namun kembali nihil. Nomor tersebut sudah tidak aktif kembali lagi. Akhirnya, Irfan melupakan teror itu begitu saja. Ia masuk ke dalam kamarnya. Dia beristirahat malam itu. 
Kamis pagi, tepatnya jam delapan, tiba-tiba handphone Irfan berdering. Irfan melihat ke layar hp. Lagi-lagi nomor asing. Ia pun sudah ketakutan lagi kalau-kalau itu nomor yang akan meneror dia lagi. Akan tetapi, ia tetap mencoba memberanikan diri mengangkatnya.
"Halo, bisa bicara dengan Irfan?" tanya seorang di telepon.
"Iya, saya sendiri," kata Irfan.
"Ini, Mas Firhan, Fan," ujar Mas Firhan.
Irfan pun merasa lega begitu mengetahui si penelepon adalah Mas Firhan.
"Oh, Mas Firhan, kirain aku si penerornya lagi," ujar Irfan.
"Loh, kamu abis diteror lagi?" tanya Mas Firhan.
"Iya, mas, semalam, orang itu nelepon lagi pake nomer itu," jelas Irfan.
"Loh, bukannya sudah tidak aktif, ya," kata Mas Firhan.
"Iya, mas, semalam telepon terus mati, aku telepon balik sudah tidak aktif lagi," cerita Irfan.
"Oh, ya sudah. Kamu, mas Banu, dan Sheren bisa ke sini, gak, sekitar jam 11an?" pinta Mas Firhan.
"Bisa, mas, nanti aku kasih tahu mas Banu dan Sheren," ujar Irfan.
"Oke, sampai ketemu nanti ya."
"Iya, mas."
Irfan mengakhiri panggilan di telepon. Ia pun memanggil kakaknya itu. Sang kakak pun menghampiri. Ia pun menceritakan apa yang dibicarakan dengan Mas Firhan. Kakaknya itu pun bisa. Kemudian, kakak tertuanya itu bersiap-siap. Sementara itu, ia menghubungi kekasihnya. Pasangannya pun bisa turut serta. Selesai menghubungi pujaan hatinya itu, dia pun bersiap-siap. 
Jam setengah sepuluh, Irfan bersama kakak dan kekasihnya meluncur menuju ke Polda Metro Jaya. Tiba di sana, seperti sebelumnya, mereka pun kembali disambut oleh Briptu Evan. 
"Selamat pagi," sapa Irfan.
"Eh, masnya, ada apa balik ke sini? Ada janji lagi sama Pak Firhan?" cecar Briptu Evan.
"Iya, pak, bisa diberitahukan kalau kami sudah datang?" pinta Irfan.
"Oke, sebentar, ya," sahut Briptu Evan.
Briptu Evan masuk ke dalam ruangan Mas Firhan. Ia pun memberitahukan bahwa ketiga tamu Mas Firhan itu sudah datang. Rekan kerjanya itu pun memerintahkan dirinya untuk membawa masuk mereka ke dalam. Briptu Evan pun kembali kepada ketiga tamu kawan kerjanya itu. Ia mempersilahkan masuk. Ketiga tamu mitra kerjanya itu pun melangkah masuk ke dalam ruangan tim kerjanya.
"Fan, Ban, Sher, ayo duduk dulu. Bentar ya, saya masih ada urusan lain," kata Mas Firhan.
"Iya, mas. Selesaikan saja dulu urusannya," kata Irfan.
Mas Firhan menuntaskan urusan lain terlebih dahulu. Tidak lama, urusannya pun tuntas. Mas Firhan pun langsung mengawali pembicaraan.
"Oke, Fan, gini. Nomer yang pernah disampaikan, setelah dilakukan pengecekan dalam database, ternyata nomer tersebut terdaftar menggunakan nama palsu dan nomer KTP palsu. Tetapi setelah dilacak lebih jauh lagi, nomer ini berdasarkan lokasi GPS terakhir ada di daerah sekitar Pondok Indah, tepatnya di Perumahan Pondok Indah Residence," jelas mas Firhan.
"Hmm, kira-kira rumahnya siapa ya?" tanya Irfan.
"Nah, mas gak tahu persis. Besok kita akan cross check ke lapangan langsung," terang Mas Firhan.
"Oke, aku akan ikut mas." 
"Iya, kita besok sama-sama akan melacak persis siapa pemilik nomer hp tersebut."
"Oke, baik, mas sampai ketemu lagi besok."
"Iya, Fan. Besok, untuk mempercepat pencarian, mas akan datang lebih awal jam 9 bersama Briptu Evan dan Briptu Hadi," ungkap Mas Firhan. 
"Oke, mas, kita bertiga mungkin baru bisa akan menyusul ke lokasi jam sepuluhan," sahut Irfan.
"Oke, deh. Kita ketemu langsung saja di perumahan Pondok Indah Residence aja, ya," ujar Mas Firhan.
"Siap, mas." 
Irfan bersama kakaknya dan kekasihnya pun berpamitan. Mereka bertiga pulang menuju ke apartemen. Mas Banu pun melanjutkan perjalanan menuju ke tempat kerjanya. Di apartemen, Irfan pun sekarang bisa istirahat dan bernapas lega. Ia pun berharap semoga penyelidikan ini akan segera menemukan titik terang. Karena teror ini cukup membuat khawatir dirinya apalagi terkait masa depannya apabila keburu ketahuan oleh media.


Akankah Rifat ketahuan bahwa dia dalangnya?
Nantikan terus ya kisah selanjutnya..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar