Terjemahkan

Minggu, 11 Februari 2018

Lega Rasanya



Marah. Kesal. Itulah perasaanku saat ini. Aku hanya bisa mengumpat saja. Ya, aku lagi kesal sama seseorang. Rasanya ingin menghajar itu orang. Namun aku masih mengurungkan niat itu. Aku sadar karena hal itu yang ada sebenarnya hanya menambah dosaku saja. Tapi.. Aku benci sekali. Belum puas rasanya kalau tidak dilakukan. Hatiku rasanya kacau sekacaunya. Entah, apa yang harus kuperbuat. Malam itu, akhirnya kuputuskan untuk berdiam saja. Dengan langkah gontai, aku menuju ke kamarku dan berbaring di atas tempat tidur. Tak terasa aku pun terlelap. Dalam lelap itu, ternyata aku bermimpi ada di suatu lorong yang putih bersinar. Aku pun merasa bingung tempat apakah ini. Dalam kebingungan, aku terus berjalan di sepanjang lorong itu mencari sesosok yang bisa kutanyakan. Aku terus melangkahkan kakiku mengikuti sinar itu makin lama makin terang sekali dan aku mulai merasa silau. Tapi aku terus berjalan. Dalam perjalanan itu terdengar suara.
“Hai anakku. Mengapa engkau ada di sini?” kata suara itu
“Siapa kamu?” tanyaku
“Kamu ga perlu tahu siapa aku. Kamu cukup jawab pertanyaanku,”
“Aku ga mau jawab. Kasih tahu dulu siapa kamu,”
“Aku adalah yang selalu menjagamu setiap hari,”
“Kamu Tuhan?”
“Kamu ga perlu tahu siapa aku sebenarnya. Sekarang, kamu cukup jawab pertanyaanku, mengapa kamu bisa di sini?”
“Aku tidak tahu mengapa aku bisa di sini. Yang aku tahu aku cuma tidur di kamarku,”
“Ok. Anakku ini adalah lorong menuju surga tapi kamu belum saatnya untuk ke sini. Tugasmu masih banyak di dunia. Dan ingat 1 hal, Aku tahu betul apa yang menjadi persoalanmu saat ini. Kembalilah. Aku berjanji akan menyertai kamu selalu dalam segala persoalan,”
Setelah itu, aku tiba-tiba merasa gelap dan tahu-tahu aku sudah ada di rumah tapi bukan di kamar lagi tetapi di ruang tamu. Waktu aku tersadar, aku pun kaget banyak orang di sekelilingku. Ternyata aku sudah terbaring dalam peti mati. Aku pun terbangun. Sontak, semua orang kaget dan ketakutan. Orang-orang pada kabur lari. Cuma 1 orang yang tetap tinggal ayahku. Begitu aku sadar, ayahku langsung memelukku.
“Carlos, syukurlah kamu sudah sadar, nak. Ayah hampir putus asa. Setelah ibumu meninggalkan kita, ayah pikir kamu juga akan meninggalkan ayah. Nanti ayah sama siapa. Ayah janji akan tetap bersamamu terus. Ayah janji tidak akan menikah lagi. Pokoknya, perhatian Ayah cuma buat kamu seorang,” kata ayahku.
“Bener yah,” kataku.
“Iya,”
Aku pun langsung bangkit dan keluar dari peti mati. Ya, memang kemarin ini aku bermasalah dengan ayahku. Aku sebenarnya berontak ketika ayahku akan menikah lagi. Berontakku tentu ada alasan ternyata calon ibu tiriku tidak sebaik apa yang dibayangkan. Tapi, kini aku sudah merasa lega, ayahku berubah pikiran.Dalam hati, aku pun berterima kasih kepada Tuhan.

Yohanes Dewandaru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar