Terjemahkan

Rabu, 08 Juli 2020

Archie - Part IX



Pulang dari tempat kerjanya, Archie berjalan kaki terlebih dahulu sampai ke pangkalan ojek berada. Tiba di pangkalan ojek, ia langsung memanggil tukang ojek. Salah satu tukang ojek menghampiri dirinya. Kemudian, dia segera menaiki ojek tersebut. Tukang ojek tersebut langsung memacu sepeda motor menuju ke alamat rumah kontrakan Mang Didin yang sudah diberitahu kepadanya. Tiba di rumah kontrakan Mang Didin, ternyata mamangnya itu belum sampai di rumah. Karena tahu kebiasaan mamangnya tersebut, ia langsung mencari kunci rumah di bawah keset. Dia segera mengambil kunci tersebut dan membuka pintu. Pria muda itu bergegas masuk ke dalam rumah. Kemudian, ia melangkah dengan gontai menuju ke kamar. Hari itu, dia merasa sangat capai bekerja seharian. Tanpa mandi terlebih dahulu, lelaki muda itu langsung terlelap tidur. 
Jam enam sore, tiba-tiba, Archie dibangunkan oleh mamangnya yang baru tiba di rumah. Ia mengedip-ngedipkan mata. Kemudian, dia segera mengucek matanya, terus berkata, "Eh, Mang, sudah pulang?"
Mang Didin pun menjawab, "Iya, nih, baru saja. Kamu tidur pulas banget."
"Hehehe, iya, Mang," sahut Archie.
"Kamu sudah mandi belum?" tanya Mang Didin.
"Eh, iya, belum, Mang," jawab Archie.
"Pantas saja, masih bau kayak kambing, gini," ujar Mang Didin.
"Enak saja, nih, Mamang. Bilang aku bau kambing," sahut Archie.
"Hehehe. Makanya. Sudah mandi, dulu, gih," perintah Mang Didin, "habis kamu, Mamang mau mandi. Terus nanti ada yang Mamang mau bicarakan."
"Oke, baik, Mang," sahut Archie lagi.
Archie beranjak dari tempat peraduan. Ia bergegas menuju ke kamar mandi untuk membersihkan badannya. Kemudian, dia pun berganti pakaian. Sementara lelaki muda itu berganti pakaian, Mang Didin gantian giliran mandi. Mang Didin pun selesai mandi. Kemudian, pria itu segera berganti pakaian. 
Archie tampak sudah menunggu di ruang tamu. Tidak lama, Mang Didin keluar dari kamar membawa bungkusan berplastik hitam. Ia segera menghampiri anak tetangganya itu. 
"Archie, ini untuk kamu," kata Mang Didin.
"Apa ini, Mang?" tanya Archie.
"Sok dibuka aja," jawab Mang Didin.
Archie membuka secara perlahan bungkusan tersebut. Ia terkejut. Ternyata bungkusan itu berisi handphone.
"Itu handphone buat kamu. Kebetulan, Mamang baru dapat rezeki. Jadi, Mamang belikan kamu handphone. Mamang kasihan kamu tidak ada alat untuk komunikasi dengan Abah dan Ambu di kampung," jelas Mang Didin.
"Wah, terima kasih, Mang. Archie jadi tidak enak. Sudah numpang tinggal sama Mamang. Eh, sekarang dikasih handphone," ucap Archie.
"Tidak apa-apa, Archie. Mamang kan, sudah anggap Archie seperti keponakan sendiri."
Archie pun langsung memeluk mamangnya itu. 
"Archie sayang sama Mamang," kata Archie.
"Iya, Mamang juga sayang sama Archie. Sudah lepas, Archie pelukannya. Tidak enak nanti dilihat orang," kata Mang Didin, "sudah. Mending kamu coba telepon Abah pakai handphonemu."
"Memang sudah ada pulsanya, Mang?" tanya Archie.
"Sudah. Tadi, Mamang sudah belikan sekalian," jawab Mang Didin.
"Oke, Mang," sahut Archie.
Archie memencet tombol di handphone, nomor handphone abahnya. Ternyata menyambung. Abahnya yang mengangkat handphone.
"Halo, Abah," kata Archie.
"Ini saha?" tanya Kang Syamsul.
"Ini Archie, Bah," jawab Archie.
"Eh, Archie. Kamu pakai handphonenya siapa?" tanya Kang Syamsul.
"Handphonenya Archie, Bah. Abah simpan, ya, nomornya!" ujar Archie.
"Kamu sudah dapat handphone. Memang sudah bekerja?" tanya Kang Syamsul lagi.
"Sudah, Bah. Archie kerja jadi tukang kebun. Tapi, handphone ini dibelikan Mang Didin," sahut Archie.
"Atuh, baik amat, si Mang Didin, teh," sahut Kang Syamsul.
"Iya, Bah. Mang Didin baik banget sama Archie. Archie sudah dianggap seperti keponakannya sendiri," kata Archie.
"Syukur, deh," ujar Kang Syamsul.
"Ambu ke mana, Bah?" tanya Archie.
"Lagi di dapur, tuh," jawab Kang Syamsul, "mau dipanggilkan?"
"Tidak usah, Bah," sahut Archie, "salam saja buat Ambu. Sudah, ya, Bah. Takut pulsanya seep nanti."
"Oh, ya sudah. Abah titip salam buat Mang Didin, ya," ujar Kang Syamsul.
"Iya, Bah. Nanti Archie sampaikan," sahut Archie. 
Archie mengakhiri panggilan telepon dengan Kang Syamsul. Kemudian, ia menghampiri Mang Didin yang ada di dapur. 
"Mang, dapat salam dari Abah," ujar Archie.
"Oh, iya, terima kasih," ucap Mang Didin, "eh, iya, kamu sudah makan belum?"
"Belum, Mang," jawab Archie.
"Atuh, duduk, makan sini. Tadi Mamang beli nasi uduk sama ayam goreng, nih," ujar Mang Didin.
"Wah, enak tuh, Mang," sahut Archie.
"Pastinya, ayo makanya makan sini bareng Mamang," Mang Didin mengajak Archie makan bersama.
Archie bersama mamangnya itu pun makan malam bersama. Selesai makan, seperti biasa, Archie yang merapikan dan membereskan meja makan. Ia mencuci piring. Sementara, Mang Didin langsung beristirahat. Setelah menyelesaikan pekerjaannya, pria muda itu menyusul Mang Didin beristirahat malam itu.
Keesokan harinya, Archie berangkat kerja seperti biasa ke rumah Dina. Hari itu, ia kembali merapikan tanaman lain yang belum sempat terpegang olehnya. Pagi itu, dia belum bertemu sang majikan. Ketika dirinya datang, majikannya itu sudah pergi keluar. Siang harinya, sang majikan datang dari bepergian. Archie masih membereskan tanaman. Dina turun dari mobil diikuti oleh Resti. Resti yang melihat Archie langsung kaget.
"Archie, kok, kamu bisa di sini?" tanya Resti.
Archie merasa namanya disebut. Ia yang sedang membereskan tanaman langsung menengok ke arah suara yang menyebut namanya. Dia kaget melihat tetangga abahnya ada di situ.
"Eh, Bi Resti, ada di sini?" jawab Archie.
"Iya, nih. Dina ini sepupunya Bibi," jelas Resti, "Bibi, masuk ke dalam dulu, ya."
"Iya, Bi,"
Resti dan Dina masuk ke dalam rumah. Dina pun langsung mencecar Resti dengan beragam pertanyaan kenapa sepupunya itu bisa kenal Archie.
"Res, jawab jujur samaku, kok, kamu bisa kenal Archie?" tanya Dina.
"Din, masa kamu tidak mengenali, sih, " kata Resti.
"Maksudmu teh naon?" tanya Dina lagi.
"Itu, Archie, anak kamu yang sudah kamu dan Aa Jeffry tinggalkan di Desa Caringin Kulon," jelas Resti.
"Apa?" Dina kaget dan langsung mengeluarkan fotokopi KTP yang pernah diberikan Archie. Dina mengecek tempat dan tanggal lahirnya. Ternyata sama dengan tempat dan tanggal lahir anak pertamanya. Ia langsung berdiri dan keluar lagi ke teras depan. Dia memanggil Archie untuk masuk.
"Archie, ke sini," panggil Dina.
"Iya, Bu. Ada apa, ya?" jawab Archie.
"Sini, kamu masuk dulu," pinta Dina.
"Iya, Bu," sahut Archie.
Archie masuk ke dalam. Ia pun segera duduk di sofa. Kemudian, Dina menghampiri Archie. Perempuan itu meraba leher Archie. Ia melihat ada kalung yang pernah diberikan olehnya waktu anak pertamanya masih kecil.
"Archie, kamu dapat kalung ini darimana?" tanya Dina.
"Ini, kalung sudah ada dari saya kecil, Bu," jawab Archie.
Dina bertambah kaget dan semakin yakin bahwa Archie itu anaknya. Oleh karena itu, tanpa basa-basi lagi, Dina langsung berkata, "Archie, kamu itu anakku."
"Gak mungkin. Abah dan Ambu ada di kampung, kok, orangtua Archie," Archie tidak percaya.
"Siapa Abah dan Ambumu?" tanya Dina.
"Abah Syamsul dan Ambu Minah," jawab Archie.
Mendengar nama itu, Dina semakin yakin bahwa Archie adalah anaknya.
"Benar, Archie, kamu itu anakku. Saya ibu kandungmu. Waktu itu, saya menitipkan kamu ke Kang Syamsul," jelas Dina.
"Aku tidak percaya, kalau memang Ibu adalah ibuku. Kenapa dulu Ibu menelantarkan aku dan membiarkan aku hidup terkatung-katung di kampung?" tanya Archie dengan nada agak meninggi.
"Ceritanya panjang, Nak," jawab Dina lirih.
"Jangan panggil aku, Nak. Aku bukan anakmu ibu," ujar Archie semakin keras.
"Nak," Dina langsung berlutut di hadapan Archie.
"Jauh-jauh dariku. Aku cuma punya ambu sebagai ibuku. Kamu tidak usah mengaku-ngaku," marah Archie. Archie pun langsung bangkit berdiri dan mengambil barang punya dirinya. Kemudian, Ia pun segera pergi meninggalkan rumah Dina. Dia kembali ke rumah kontrakan Mang Didin. 
Mulai saat itu, Archie menyudahkan bekerja menjadi tukang kebun di rumah Dina. Karena ia tidak mau bertemu lagi dengan mantan majikannya itu. Dia teramat marah. Pria muda itu menganggap kalau memang Dina adalah orangtuanya, dia adalah orangtua yang tidak becus karena telah menelantarkannya dan membiarkan dirinya hidup terkatung-katung di desa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar