Terjemahkan

Kamis, 11 Juni 2020

Jurnal Reaksi Kimia Cintaku - Part VII



Imelda mulai mencari pekerjaan. 
Kemanakah akhirnya Imelda melabuhkan lamaran kerjanya? 
Langsung saja yuk dibaca kelanjutan kisah Imelda dan Erwin ini.

Akhirnya, Imelda melamar di perusahaan tempat bekerjaku. Ia pun diterima bekerja di bagian staff accounting. Oleh karena itu, dia pindah ke Pontianak. Dirinya pun tinggal di rumah karena kebetulan di rumah orangtua terdapat kamar kosong bekas Kak Crespo. Oh iya, Kak Crespo adalah kakakku. Dia sudah menikah dengan Kak Asny, teman semasa kuliahnya. Suatu malam, di rumah.
"Akhirnya, sayang, kamu bekerja juga di sini," ujarku.
"Iya, nih, sayang," sahut Imelda.
"Sekarang, kita juga sudah serumah saja, nih," kataku.
"Iya, nih. Untung orangtuamu baik hati mau menampungku. Sehingga, aku tidak terlunta-lunta di Pontianak," ujar Imelda.
"Hehehe, iya, sayang, masa calon menantu, tidak disayang, kan ga mungkin," sahutku.
"Hehehe, apa, sih, kamu, tuh, sayang," kata Imelda.
"Hehehe, memang akan jadi calon mantu, toh," ujarku.
"Memang aku mau jadi istrimu?" kata Imelda.
"Pasti mau lah," sahutku.
"Sok tahuu," seru Imelda.
Kami pun tertawa malam itu. Tidak terasa sudah larut, kami memutuskan untuk beristirahat. 
Tidak terasa, Imelda sudah bekerja selama setahun di Pontianak. Hubungan kami pun sudah berjalan lebih dari lima tahun. Jadi, rasanya, sudah waktunya aku untuk melamar Imelda. Karena itu, kuajaklah Imelda makan malam pada suatu hari.
"Imel, nanti malam, kita makan malam di restoran, ya," ajakku.
"Iya, sayang," sahut Imelda.
Malam harinya, kami pun bersiap-siap untuk makan malam.
"Sayang, yuk, kita jalan ke restoran," ajakku.
"Bentar, ya, sayang. Aku belum kelar dandan, nih," kata Imelda.
"Aku tunggu, ya," ujarku.
"Iya, sayang," sahut Imelda.
Imelda menyelesaikan merias dirinya. Sementara, kutunggu dirinya di luar kamar. Tidak lama, ia keluar dari kamar mengenakan gaun berwarna hitam. Penampilannya malam itu sangat terlihat cantik. Pakaiannya pun senada dengan pakaian yang kupakai.
"Sudah, yuk, sayang. Aku sudah siap," ujar Imelda.
"Oke," sahutku, "bentar, ya, aku pamit sama mama dan papa dulu,"
"Iya, sayang," sahut Imelda.
Aku menemui kedua orangtua untuk berpamitan akan makan malam di luar bersama Imelda. Selesai berpamitan, kami segera keluar rumah. Kami pun menaiki mobil. Mobil segera melaju dengan kencang menuju ke restoran. Setelah menempuh perjalanan selama dua puluh menit, kami tiba di restaurant. Makanan pun segera dipesan. Tak lama, makanan yang dipesan diantar menuju ke meja kami. Kami pun mulai makan malam. Tengah makan malam, kulamar Imelda di restoran tersebut.
Sambil memegang tangannya Imelda, kumulai mengawali pembicaraan itu dengan berkata, "Sayang, aku ingin menyampaikan sesuatu."
"Apa, sayang?" tanya Imelda.
Tangan kutarik kembali. Kemudian, sekotak cincin kukeluarkan dari kantong celana. Terdapat cincin emas di dalam kotak tersebut. Segera saja kukeluarkan cincin tersebut dari kotaknya. Kemudian, seraya menyodorkan cincin ke arah dirinya, aku pun berkata, "Will you marry me?"
Melihat cincin yang disodorkan, Imelda langsung terkejut. Mukanya langsung menampakkan wajah sumringah. Tapi, ia tidak kunjung memberi jawaban. Sehingga, kuulangi kembali perkataanku.
"Imelda, sayang, will you marry me?" kataku, "maukah kamu menjadi istriku?"
Imelda pun langsung memberi jawaban. Dia menyahut, "Yes, I do." 
Segera kupasangkan cincin tersebut di jari Imelda. Kemudian, aku berkata lagi, "Imel, ini baru lamaran informalku, ya, sayang. Nanti, aku pasti akan mendatangi orangtuamu untuk melamarmu secara resmi."
"Iya, sayang, jujur, aku senang sekali malam ini," kata Imelda.
"Aku pun juga begitu, sayang," ungkapku, "terima kasih, ya, atas hubungan kita selama ini. Semoga kita awet hingga kakek nenek,"
"Amin," sahut Imelda.
Malam itu, terasa sangat indah sekali. Akhirnya, aku memberanikan diri untuk melamar Imelda walaupun belum secara resmi. Rasanya juga seperti mimpi saja. Aku tidak menyangka itu akan terjadi. Mulai malam itu, aku pun mulai serius dengan hubungan kami. 
Selesai prosesi lamaran, kami melanjutkan makan malamnya. Makan malam usai. Kami pun segera balik ke rumah.


Erwin mulai menyatakan keseriusan dengan Imelda. 
Akankah keseriusan itu berlangsung lama? 
Nantikan terus kisahnya dalam part berikutnya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar