BAB III
PERTEMUAN TIDAK DISENGAJA
Tiga tahun sudah Irfan ditinggalkan oleh istri tercinta sebagai orang tua tunggal. Anaknya pun kini sudah beranjak usia 3 tahun. Besok merupakan peringatan 1000 hari meninggalnya istrinya. Misa akan diselenggarakan di rumah dengan mengundang warga lingkungan dan keluarga. Kebetulan, hari itu adalah hari libur bagi dirinya sehingga dia pun mempunyai banyak waktu di rumah. Sore hari di rumah, terlihat Irfan dan papinya sedang mengobrol di ruang keluarga.
"Fan, undangan sudah disebar, kan?" tanya Papi Wahyu.
"Sudah, Pi. Ketua lingkungan juga sudah mengingatkan lagi di wa grup," ujar Irfan.
"Ya sudah. Kalau konsumsi sudah aman?" tanya Papi Wahyu lagi.
"Sudah, besok sore akan diantar ke rumah, Pi," jawab Irfan.
"Okelah," kata Papi Wahyu, "omong-omong, Fandi, cucu papi mana, Fan?"
"Di atas. Lagi tidur, Pi," sahut Irfan.
Selagi Irfan dan papinya asyik mengobrol, tiba-tiba Fandi bangun dan menangis. Irfan pun langsung berlari menuju kamar. Ia membuka pintu. Kemudian, ia menghampiri anaknya yang masih ada di kasur itu.
"Papi Ilfan," kata Afandi yang masih cadel ngomongnya.
"Iya, Ndi. Ada apa, Nak?" kata Irfan.
"Aus, mau susu,"
"Ya sudah, papi buatin dulu, ya, Ndi ikut papi, yuk, ke bawah. Mbah Kung cariin tuh," ujar Irfan.
Irfan segera menggendong Afandi. Mereka berdua keluar kamar dan turun ke lantai satu. Papi Wahyu yang melihat cucunya dibawa turun langsung menghampiri.
"Eh, cucu mbah sudah bangun," kata Papi Wahyu.
"Iya, mbah," sahut Afandi.
"Ndi, kamu sama mbah dulu, ya. Papi bikinin susu dulu buat kamu," ujar Irfan.
"Iya, Pi," sahut Afandi.
Irfan menurunkan Afandi dari gendongannya. Kemudian, anaknya itu bermain bersama mbah kungnya. Sementara, dirinya membuatkan susu untuk anaknya itu. Selagi membuat susu, tiba-tiba maminya menghampiri.
"Fan, lagi buat apa?" tanya Mami Helena.
"Ini, mi, lagi buatin susu buat Afandi," jawab Irfan.
"Ohh, ya sudah, sini biar mami aja yang buatin," ujar Mami Helena.
"Sudah, gak usah, mi. Irfan bisa kok," larang Irfan.
"Gak, sudah mami aja buatin. Kamu main aja, gih, sama Afandi dan papi," paksa Mami Helena.
Irfan pun mengalah. Kemudian, ia bermain dengan anaknya. Tidak lama, maminya selesai membuat susu buat anaknya.
"Halo, Ndi, apa ini?" kata Mami Helena sambil menggoyang botol susu.
"Mbah Uti mau susu," sahut Afandi.
Mami Helena pun langsung memberi susu ke cucunya. Cucunya itu pun langsung menyedot botol susunya. Irfan pun senang melihat Afandi bisa tertawa senang gembira. Meskipun, Afandi tahu kalau maminya sudah tiada. Oleh karena itu, Irfan pun juga tetap berusaha selalu terlihat tegar di hadapan anaknya.
***
Keesokan harinya, seluruh keluarga besar Irfan sudah disibukkan dari pagi hari untuk mempersiapkan misa 1000 hari meninggalnya Dira. Keluarga Dira pun sudah datang dari Ambarawa. Mas Banu, Irfan, Mas Aldi memindahkan meja dan kursi. Sementara, mba Cheryl, Mba Revi, Mami Helena, dan Tante Yuni mengurusi konsumsi di dapur. Sedangkan, Papi Wahyu dan Om Iwan mendapatkan bagian untuk bermain bersama cucu, Beryl, Rully, Afandi, Redi, dan Via.di lantai atas.
Malam harinya menjelang jam tujuh malam, seluruh undangan sudah hadir. Jam setengah delapan malam, misa akhirnya dimulai. Selesai misa, seluruh undangan dibagikan makanan nasi kotak. Jam sepuluh malam, satu per satu tamu undangan pulang. Setelah tamu pulang semua, keluarga besar Irfan mulai menata kembali rumah. Malam itu, mama dan papanya Dira pun menginap sebelum besok pagi akan kembali ke Ambarawa dengan dijemput oleh kakaknya Dira, Mas Yuwono. Sementara, keluarga Mas Banu dan Mba Revi langsung pulang ke rumah masing-masing karena jaraknya yang dekat. Akhirnya, Irfan dan Afandi pun juga beristirahat di kamar.
***
Esok paginya, Irfan bangun jam setengah tujuh. Kemudian, ia segera membangunkan Afandi. Ia pun juga langsung memandikan anaknya itu. Setelah anaknya sudah rapi, barulah ia sendiri mandi. Lalu, ia menggendong anaknya turun ke lantai satu untuk menemui mama dan papanya Dira yang akan pamit pulang hari ini.
"Ma, Mas Yuwono kapan jemput?" tanya Irfan.
"Ini, katanya sudah mau dekat," jawab Tante Yuni.
"Ohh, oke deh," sahut Irfan.
Tak lama, benar saja, mobil Mas Yuwono tiba di depan rumah. Mas Yuwono langsung memarkirkan mobil. Kemudian, ia turun dari mobil. Ia menjemput Tante Yuni dan Om Iwan.
"Fan, mama sama papa pamit dulu, ya," kata Tante Yuni.
"Iya, ma," sahut Irfan.
"Titip Afandi, dijaga baik-baik ya," pesan Tante Yuni.
"Iya, ma," jawab Irfan.
"Ndi, Yangkung dan yangti balik dulu, ya," kata Tante Yuni sambil mencubit pipi Afandi.
"Iya, yangti, dadah," kata Afandi.
"Baik-baik sama papi, mbah uti, mbah kung, ya" pesan Tante Yuni kepada Afandi.
"Iya, yangti," sahut Afandi.
"Ya sudah, Fan, papa pamit, ya," kata Om Iwan.
"Iya, Pa," sahut Irfan.
"Oia, Fan, mami dan papimu mana?" tanya Tante Yuni.
"Sepertinya, masih pada tidur, mungkin kelelahan karena semalam, Ma," jawab Irfan.
"Oh, ya, sudah. Sampaikan salam aja, ya, bilang kalau papa sama mama pamit," ujar Tante Yuni.
"Iya, ma. Nanti Irfan sampaikan," sahut Irfan.
Irfan sambil menggendong Afandi bersama Tante Yuni dan Om Iwan berjalan keluar menemui Mas Yuwono yang menunggu di teras rumah.
"Mas, titip mama sama papa, ya," kata Irfan kepada mas Yuwono.
"Iya, Fan," kata Mas Yuwono.
Tante Yuni dan Om Iwan pun menuju mobil Mas Yuwono. Mas Yuwono membantu membawakan tas koper orangtuanya menuju ke mobil. Kemudian, ia pun langsung melajukan mobil menuju ke Ambarawa. Setelah mobil menjauh, Irfan dan Afandi langsung masuk kembali ke rumah. Begitu masuk ke rumah, rupanya Irfan melihat maminya sudah bangun. Maminya yang melihat dirinya baru masuk dari luar, langsung berkata, "Fan, barusan mama sama papanya Dira pulang?"
"Iya, Mi," jawab Irfan.
"Yah, telat mami. Mami baru bangun, sih, abis capek banget karena semalem," ujar Mami Helena.
"Gapapa, Mi," sahut Irfan, "oia, mama dan papanya Dira titip salam."
"Oh, iya. Terima kasih," ucap Mami Helena, "eh, iya, kamu sama Ndi, udah makan belum?"
"Belum, Mi," jawab Irfan.
"Ya sudah. Kalian makan dulu. Masih ada sisa tuh makanan semalam di dapur," perintah Mami Helena.
Irfan dan Afandi menuju ruang makan. Mami Helena juga mengikuti ke ruang makan. Irfan makan dengan lahap. Sementara itu, Mami Helena yang menyuapi Afandi.
***
Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Tanpa terasa, Afandi akan berulang tahun ke 4. Seluruh keluarga besar Irfan disibukkan dengan persiapan ulang tahun Afandi. Ulang tahun anaknya Irfan itu diadakan di restoran Mc Donalds dengan mengundang beberapa kerabat. Ulang tahun dari cucu pengusaha ternama itu pun berlangsung dengan meriah dan semarak. Semua merasakan kegembiraan dan kebahagiaan.
Suatu hari, pada sore hari, di rumah Irfan.
"Papi," kata Afandi sambil menjawil lengan baju Irfan.
"Kenapa, Nak?" tanya Irfan.
"Main di taman, yuk,"
"Ayo, boleh, bentar, ya, papi ambil dompet dulu. Kamu tunggu di sini dulu,"
"Iya, Pi,"
Irfan pergi ke kamar mengambil dompet. Kemudian, ia turun lagi ke lantai satu. Dia langsung menggandeng Afandi menuju ke taman. Di taman, anaknya itu bermain-main sendiri. Sementara, ia berjalan-jalan di sekitarnya tidak jauh dari anaknya bermain. Tanpa sengaja, ada anak kecil perempuan sedang bermain. Anak itu menabrak Irfan.
"Ups, sori, Om, aku gak lihat," kata anak kecil tersebut.
"Oh, gapapa. Kamu lagi main, ya, di sini?" tanya Irfan.
"Iya, Om," jawab anak itu.
"Kamu namanya siapa?" tanya Irfan lagi.
"Yuri, Om," sahut anak tersebut.
Irfan pun bertanya lagi, "Yuri main sama siapa di sini?"
"Sama mama, om."
"Mamanya mana?"
"Tuh, om," kata Yuri, anak tersebut seraya menunjuk ke arah mamanya.
Irfan melihat orang yang ditunjuk Yuri dari kejauhan. Ia melihat fisik mama anak tersebut sangat mirip dengan mantannya. Lamunan Irfan pun dibuyarkan oleh anak kecil itu.
"Om, om, aku ke mamaku, ya," kata Yuri.
"Oh, iya," sahut Irfan.
Irfan masih menatap orang yang dihampiri Yuri. Ia pun merasa tidak salah melihat. Menurut feelingnya, itu pasti Sheren. Tapi, ah sudahlah, biarkan saja menurut Irfan. Toh, Sheren sudah punya keluarga sendiri. Selagi memikirkan itu, Afandi menarik bajunya.
"Papi, papi," kata Afandi.
"Kenapa, Ndi?" tanya Irfan.
"Mau es klim, pi," pinta Afandi.
"Iya, nanti papi beliin, ya," ujar Irfan.
"Asyik," sahut Afandi.
Irfan membeli es krim untuk Afandi dan dirinya. Selesai makan es krim, ia mengajak anaknya pulang ke rumah. Ia menggendong anaknya itu pulang ke rumah.
***
Seminggu kemudian, Irfan hendak mendaftarkan Afandi masuk TK Angkasa, sekolahnya dulu sewaktu masih TK. Pagi itu, ia membawa turut serta anak laki-lakinya itu ke TKnya. Setiba di TK Angkasa, ia langsung menemui sang kepala sekolah.
"Pagi, ibu," sapa Irfan.
"Pagi, pak. Eh, Irfan," kata ibu kepala sekolah.
Ibu kepala sekolah itu langsung mengenali Irfan karena sewaktu Irfan TK, ibu kepala sekolah itu masih menjadi gurunya.
"Wah, Fan. Kamu sudah menjadi bapak aja, nih," kata sang kepala sekolah.
"Iya, nih, bu," sahut Irfan.
"Ada apa ke sini?" tanya ibu kepala sekolah.
"Ini, aku mau daftarkan anak saya, Bu," kata Irfan sambil mengenalkan anaknya.
"Namanya siapa ini?" tanya ibu kepala sekolah itu kepada Afandi.
"Afandi, bu," jawab Afandi.
"Afandi, mau sekolah di sini?"
"Mau, bu," sahut Afandi.
"Lucu banget sih, Fan, anakmu," kata ibu kepala sekolah kepada Irfan.
"Iya, bu," kata Irfan.
"Mamanya mana, Fan?" tanya ibu kepala sekolah.
"Mamanya sudah lama meninggal waktu melahirkan dia," jelas Irfan.
"Oh, turut berduka cita, ya, Fan," ucap sang ibu kepala sekolah.
"Iya bu. Terima kasih," ucap Irfan.
Setelah percakapan sebentar, sang kepala sekolah mengambil selembar kertas di atas mejanya. Kemudian, ia menemui kembali bapak calon anak didiknya.
"Fan, ini formulirnya. Kamu bawa pulang saja dulu, besok atau kapan kamu bisanya baru dibalikin sekaligus dilengkapi persyaratannya," kata sang kepala sekolah seraya menyerahkan formulir.
"Oke, baik, bu," ujar Irfan, "kalau begitu, sekarang, saya pamit, ya, Bu,"
"Iya, Fan," sahut ibu kepala sekolah.
"Ndi, ayo, salim sama bu guru," kata Irfan.
Afandi menyalami ibu kepala sekolah. Ibu kepala sekolah pun tersenyum ramah. Sewaktu mau balik, Afandi melihat tukang es krim, maka ia pun langsung berkata, "Pi, pi, Ndi mau es krim itu."
"Oh, bentar, ya, papi beliin," ujar Irfan.
Irfan menuju ke abang tukang es krim. Ia pun membeli es krim. Ketika membeli es krim, datanglah seorang anak kecil yang kemarin bertemu di taman.
"Eh, Om, ketemu lagi," sapa Yuri.
"Eh, Yuri. Yuri mau es krim juga?" tawar Irfan.
"Mau, om," sahut Yuri.
"Bang, es krimnya satu lagi, ya," ujar Irfan.
Abang tukang es krim mengambil es krimnya satu lagi. Irfan pun segera membayarnya. ia pun pamitan sama Yuri. Tak lama, mamanya Yuri menghampiri Yuri.
"Eh, Yuri, es krim dari siapa itu?" tanya mamanya Yuri.
"Om itu, Ma," kata Yuri sambil menunjuk ke arah Irfan.
Mamanya Yuri mengamat-amati dari jauh.
'Itu kok seperti Irfan ya. Dia sama siapa itu, ya? Mungkin anaknya kali, ya. Berarti dia sudah move on dariku dan berkeluarga sama yang lain,' pikir mamanya Yuri dalam hati.
Mamanya Yuri maupun Irfan, kedua-duanya sama sekali tidak saling mengetahui kalau mereka sama-sama seorang single parent.
"Ma, kok bengong sih," kata Yuri.
"Eh, iya. Yuk, kita balik," kata mamanya Yuri.
Yuri dan mamanya pulang ke rumah. Sementara, di rumah Irfan.
"Fan, bagaimana? Jadi daftar Afandi di TK Angkasa," kata Papi Wahyu.
"Jadi, ini, Irfan sudah ambil formulirnya," kata Irfan sambil menunjukkan formulir pendaftaran.
"Oh, ya sudah, diisi saja. Siapa kepala sekolahnya sekarang?" tanya Papi Wahyu.
"Ibu Nurhaeni, Pi. Guru TKku dulu," jawab Irfan.
"Ohh, berarti dia mengenali kamu, dong," ujar Papi Wahyu.
"Iya, Pi. Tadi, beliau masih ingat aku, gitu," sahut Irfan.
Irfan pun mengisi formulir pendaftarannya dan melengkapi persyaratannya. Ia pun menyerahkan kembali formulirnya ke TK Angkasa. Setelah beberapa hari, anaknya dinyatakan diterima di TK Angkasa. Bulan Juli adalah hari pertama anak laki-lakinya itu masuk TK. Ia sebagai orang tuanya mengantar anaknya ke TK. Karena dirinya sangat ganteng dan keren alias duren (duda keren), maka banyak orang tua murid TK, khususnya ibu-ibu, yang menggodanya ketika dia mengantar anaknya itu. Tetapi, ia cuek aja dan tidak menanggapinya. Itulah pengalamannya mengantar anaknya sekolah di TK untuk pertama kalinya.
***
Selama bersekolah di TK Angkasa, Irfan hanya bertugas mengantar Afandi ke sekolah sekalian dia berangkat kerja. Sementara, maminya yang akan menjemput anaknya itu ketika pulang sekolah. Namun, suatu hari, Irfan mengajukan cuti agar bisa mengantar dan menjemput anaknya. Ketika menjemput anaknya di sekolah, ia melihat Yuri sedang duduk di pinggir menanti jemputan.
"Halo, Yuri," sapa Irfan.
"Eh, Om," kata Yuri.
"Belum dijemput?" tanya Irfan.
"Belum, Om. Mama sepertinya lupa jemput, nih, Om," jawab Yuri.
"Mungkin, mamamu lagi sibuk. Apa mau om antar?" tawar Irfan.
"Boleh, om," sahut Yuri.
Irfan mengantar Yuri dulu ke rumahnya. Di rumahnya, Yuri disambut oleh pembantunya. Sementara, setelah menurunkan Yuri, Irfan langsung bergegas pulang ke rumah.
"Eh, Non Yuri, pulang sama siapa?" kata pembantunya itu.
"Itu papanya temen Yuri, Bik," kata Yuri.
Di kantor mamanya Yuri. Mamanya Yuri baru sadar lupa jemput Yuri. Maka, langsung menelepon pembantunya.
"Halo, Bi," sapa mamanya Yuri.
"Halo, Nyah," balas sang pembantu.
"Bibik bisa jemput non Yuri di TK?" tanya mamanya Yuri.
"Non Yuri udah pulang, kok, Nyah," ujar pembantunya itu.
"Pulang sama siapa dia?" tanya mamanya Yuri lagi.
"Sama orang tua temannya, Nyah, katanya," jawab pembantu tersebut.
"Ohh," sahut mamanya Yuri.
Mamanya Yuri pun merasa lega. Ternyata, anaknya sudah ada yang mengantar pulang. Ia pun bisa tenang melanjutkan pekerjaannya hingga sore hari. Malam harinya, di rumah Yuri.
"Nak, maafin mama, ya, lupa jemput kamu," sesal mamanya Yuri kepada Yuri.
"Gak papa, kok, ma. Tadi, Yuri diantar sama om yang waktu itu. Ternyata, om itu, orangnya baik, ganteng pula. Mama harus ketemu dan kenalan, pokoknya, pasti cocok sama mama," kata Yuri.
"Anak mama, nih, sok tahu, ah," ujar mamanya Yuri.
"Beneran, ma, ibu-ibu temannya Yuri yang lain aja pada godain om itu," sahut Yuri.
"Ah, masa?" tanya mamanya Yuri tidak percaya.
"Benar, ma. Besok deh, mama ikut, nanti mama, aku kenalin ke om itu," ujar Yuri.
"Om itu, papinya siapa sih?" tanya mamanya Yuri.
"Papinya Afandi teman Yuri, ma," jawab Yuri.
"Ohh," ujar mamanya Yuri.
***
Esok pagi, mamanya Yuri mengikuti kemauan Yuri. Ia mengantar Yuri ke sekolah. Kebetulan juga, Irfan sedang mengantar Afandi ke sekolah. Secara tidak sengaja, Irfan dan mamanya Yuri pun bertemu.
"Ma, itu omnya, samperin, yuk," ajak Yuri.
"Nanti dulu, mama merapikan baju mama, dulu," kata mamanya Yuri.
"Ya sudah. Aku duluan, ya," ujar Yuri.
Yuri menghampiri Irfan lebih dahulu.
"Halo, om," sapa Yuri.
"Eh, Yuri," sahut Irfan.
"Om, mamaku, katanya, mau kenalan," ujar Yuri.
"Mamamu mana?" tanya Irfan.
"Itu, om," kata Yuri sambil menunjuk ke arah mamanya yang lagi menundukkan kepala.
"Ma, sini," teriak Yuri kepada mamanya.
"Ntar dulu, nak, sabar," kata mamanya Yuri.
Mamanya Yuri masih merapikan bajunya. Setelah rapi, mamanya Yuri menghampiri Yuri berada.
"Mana sih, omnya, kamu semangat amat," kata mamanya Yuri masih kondisi menunduk.
"Ini, ma," kata Yuri.
Mamanya Yuri menenggakkan kepalanya. Begitu melihat om yang dimaksud Yuri, mamanya Yuri kaget dan terkejut. Begitu pula Irfan.
"Irfan?" kata mamanya Yuri.
"Sheren?" kata Irfan.
Irfan dan Sheren hanya berpandang-pandangan. Mereka kaget satu sama lain.
"Loh, mama kok, kenal sama om itu," kata Yuri.
"Iya, nak. Om Irfan ini dulu pacar mama sebelum sama papamu," kata Sheren.
"Iya, Yuri. Om ini pacar mamamu dulu," tambah Irfan.
"Ini anakmu, Fan?" tanya Sheren.
"Iya, Sher," jawab Irfan.
"Namanya siapa?" tanya Sheren lagi.
"Afandi, Sher," sahut Irfan.
"Ohh," ujar Sheren.
Bel sekolah berbunyi. Afandi dan Yuri pun masuk ke kelas. Irfan dan Sheren kembali ke kantor masing-masing. Di kantor, Irfan masih kepikiran dan tidak menyangka akan ketemu dengan cintanya yang dulu hilang lama. Cinta lama yang kini datang kembali di tengah kekosongan hatinya setelah ditinggal Dira.
Irfan kembali bertemu dengan Sheren
Akankah di antara mereka tumbuh benih cinta baru?
Nantikan di part selanjutnya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar