BAB I
AWAL HUBUNGAN
Duarrr..
Suara geledek yang menggelegar membangunkan sosok pria muda dari tidur siangnya. Lelaki tersebut bernama Irfandhi Putra Sudjatmiko, putra bungsu dari seorang pengusaha ternama di Indonesia. Cowok tampan yang biasa dipanggil Irfan itu pun segera mengucek mata. Dia segera melihat jam yang terpasang di dinding kamar. Ternyata, jam sudah menunjukkan pukul empat sore. Rupanya, Irfan tertidur sudah cukup lama siang itu. Ia pun segera bangkit dari tempat tidur. Kemudian, dia bergegas menuju ke kamar mandi yang tepat berada di sebelah tempat tidur.
Selesai mandi, Irfan segera turun ke lantai satu. Ternyata, orangtuanya sedang kedatangan tamu bisnis. Melihat tamu yang datang, dia pun langsung terpesona pada sesosok gadis yang cantik rupawan. Ketika ia sedang menatap dan melihat gadis tersebut, rupanya, sang ibu melihatnya turun dari lantai 2. Wanita tersebut segera memanggil Irfan.
Helena Prameswari, demikian nama sosok yang memanggil Irfan. Irfan biasa memanggil sang ibu, Mami Helena. Wanita itu hanyalah seorang ibu rumah tangga. Sedangkan, suaminya, yang juga merupakan ayah dari anaknya tersebut memiliki nama lengkap Wahyu Sudjatmiko. Seorang pria pengusaha sekaligus pemilik jaringan hotel terbesar di Indonesia.
"Irfan, sini, Nak. Kenalin teman bisnisnya papimu, om Yudianto Hendrawan, kamu bisa memanggilnya om Yudi. Dan, ini cewek yang ada di sebelahnya adalah putrinya," terang mami Helena kepadaku.
"Iya, mi," sahut Irfan.
Irfan pun mengulurkan tangannya. Ia memperkenalkan dirinya. Begitu melihat sosok gadis yang dilihatnya tadi dari dekat, ternyata memang benar sangat cantik wajahnya. Gadis itu adalah Sheren, putrinya om Yudi.
"Irfan, Sheren ini seumuran denganmu. Dia baru saja pindah ke Semarang karena om Yudi dipindahtugaskan ke sini dari Jakarta," jelas papi Wahyu.
Irfan pun cuma menganggukkan kepala saja mendengar penjelasan papinya.
"Rencana, Sheren juga akan satu sekolah dengan kamu di SMA Tunas Jaya tahun ajaran baru ini," tambah papi Wahyu.
Irfan pun kembali hanya menganggukkan kepala saja.
Om Yudi bertamu cukup lama karena menunggu hujan yang tak kunjung henti. Hujan pun baru berhenti pukul enam sore. Ia bersama anaknya pun berpamitan untuk pulang. Setelah tamu orangtuanya pulang, Irfan kembali menuju ke kamar. Namun, baru saja melangkah menaiki tangga, maminya memanggil.
"Fan, kamu sama papi ke depan ya, beli makan malam," titah Mami Helena.
"Loh, memang Bik Iyah ga masak, mi?" tanya Irfan.
"Siang tadi, bi Iyah pulang kampung, Fan. Anaknya lagi sakit. Dia pun belum sempat memasak," jawab Mami Helena.
"Ohh, kenapa gak mas Banu saja, sih, mi, yang ke depan sama papi?"
Mas Banu adalah kakak pertama dari Irfan. Anak pertama dari Papi Wahyu dan Mami Helena. Sosok itu bernama lengkap Rusbanu Putra Sudjatmiko.
"Mas Banu tuh banyak tugas," ujar mami Helena.
"Lah, mba Revi?" tanya Irfan lagi.
Mba Revi adalah kakak kedua dari Irfan. Anak kedua dari Papi Wahyu dan Mami Helena. Wanita itu bernama lengkap Reviana Puteri Sudjatmiko.
"Sama. Udah sih, kamu anak bungsu harus nurut kalau dimintain tolong," Mami Helena pun memaksa.
"Iya deh mi," Irfan pun menuruti kemauan sang ibu.
Beginilah nasib si Irfan sebagai anak bungsu ketika kedua kakaknya lagi sibuk. Dialah pasti yang kena disuruh melakukan apapun yang diperintahkan oleh orangtuanya. Ia segera ke kamar untuk berganti pakaian sebentar. Kemudian, dia turun lagi. Ia pun segera pergi bersama papinya membeli makan malam. Sepulang dari membeli makan malam, Irfan bersama keluarganya santap malam bersama.
***
Dua hari kemudian, Irfan memulai hari pertamanya di sekolah pada tahun ajaran baru. Hari itu, ia mulai menduduki bangku kelas XI.
"Fan, ayo bangun," teriak Mami Helena.
Karena Irfan tidak kunjung bangun juga, mami Helena langsung naik ke atas. Sang ibu pun menuju ke kamar anaknya. Wanita itu segera membuka pintu kamar. Anaknya terlihat masih saja selimutan. Ia segera menghampiri tempat tidur anaknya itu.
"Fan, ayo bangun. Mami teriakin dari tadi, ga bangun-bangun juga," kata mami Helena sambil menarik selimut yang menutupi badan Irfan.
Irfan segera bangun. Ia pun mengucek matanya.
"Emang jam berapa, sih, mi?" tanya Irfan.
"Tuh, udah jam setengah enam," kata mami Helena seraya menunjuk ke arah jam.
Irfan langsung kaget karena hari itu dirinya harus hadir di sekolah jam setengah 7 pagi. Ia bertugas menjadi Panitia MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah) tahun ini sehingga mengharuskannya untuk datang lebih awal. Dia pun segera berlari menuju kamar mandi dan mengenakan seragam sekolahnya. Kemudian, ia bergegas menuruni tangga sambil berlari.
"Mi, Pi, Mas Banu, dan Mba Revi, aku pamit berangkat ya," ujar Irfan tergesa-gesa.
"Eh, gak sarapan dulu," sahut Papi Wahyu.
"Gak keburu, pi. Aku harus sudah di sekolah jam setengah tujuh. Ini sudah jam enam lewat," sahut Irfan.
"Makanya, jangan molor aja," ejek mba Revi.
"Pi, Mas Yanu sudah ada di depan, kan?" tanya Irfan ke papinya.
"Sudah," jawab Papi Wahyu.
"Oke, aku berangkat pakai mobil, ya, dianter Mas Yanu,"
"Eh, mobilnya, kan mau gue pakai, Fan," kata Mas Banu.
"Mas Banu, naik motor aja hari ini. Byeee...," ujar Irfan sambil berlari ke depan rumah.
Di depan rumah, Irfan langsung masuk ke mobil. Mas Yanu, supir pribadi keluarganya pun sudah di dalam mobil. Kemudian, pria berseragam safari itu segera melajukan mobil menuju ke sekolahannya. Irfan pun tiba di sekolah tepat jam setengah tujuh dan teman-teman panitia sudah pada menunggunya, di antaranya Leon dan Yuno, kedua sahabat Irfan sejak SMP.
"Fan, untung lu udah sampe, kalau nggak, kita pasti udah pada kena omel Pak Kuntoro," kata Leon.
"Memang kenapa?" tanya Irfan.
"Lu gimana sih? Kan kita mulai briefing jam setengah tujuh tepat," kata Yuno.
Irfan pun hanya menyengir saja. Kemudian, dia bersama kedua sahabatnya itu segera menuju ke aula yang menjadi tempat briefing. Di sana, sudah banyak sesama panitia MPLS berkumpul. Ketika masuk ke aula, sesosok pria yang sedang berdiri di depan menatap Irfan dengan tajam. Sosok itu adalah Pak Kuntoro.
"Irfan, kamu ketua panitia tapi terlambat, bagaimana ini?" marah pak Kuntoro dengan logat bataknya.
"Maaf pak, saya bangun kesiangan. Tapi kan ini masih setengah tujuh pak," ujar Irfan.
"Eh, nih anak. Ya sudah, gak usah berlama-lama. Kamu segera pimpin briefing pagi ini," kata Pak Kuntoro.
Irfan segera memberikan briefing kepada teman-temannya. Ia juga membagi tugas selama MPLS berlangsung. Tepat jam tujuh, siswa baru, anak kelas X sudah berkumpul di lapangan untuk mengikuti upacara. Upacara selesai. Siswa kelas X masuk ke kelas masing-masing. Irfan yang juga merupakan ketua OSIS masuk ke kelas X IPA 2, karena giliran OSIS untuk masuk ke kelas tersebut. Dia masuk ke kelas X IPA 2 bersama Leon, Yuno, Ivanka, dan Lita. Mereka berlima merupakan pengurus inti OSIS. Di kelas X IPA 2, ia melihat ke sekitar ruangan dan tampaklah Sheren, anak Om Yudi berada di kelas tersebut. Dia pun langsung terpukau sampai dicolek oleh Leon.
"Fan, ayo mulai perkenalan OSIS. Lu segitunya ngeliatin anak baru," bisik Leon.
"Eh, iya Leon," kata Irfan.
Irfan langsung menjelaskan tentang OSIS secara detil selama satu jam. Kemudian, mereka berlima keluar kelas. Mereka berlima menuju ke ruang OSIS.
"Fan, tadi lu ngeliatin siapa sih?" tanya Leon.
"Gak ngeliatin siapa-siapa kok," jawab Irfan.
"Iya tuh, gue ngeliat juga, lu sampai terbengong-bengong ngeliatinnya," timpal Yuno.
"Beneran, swear, gue nggak ngeliatin siapa-siapa," sahut Irfan.
Irfan tetap saja tidak mau mengatakan kalau dia terpesona melihat Sheren, supaya kedua sahabatnya itu tidak ikutan jatuh cinta sama gadis tersebut.
***
MPLS pun berlangsung hingga tiga hari. Pada hari keempat, sekolah Irfan mengadakan acara puncak inisiasi penerimaan anak kelas X sebagai penutup rangkaian kegiatan MPLS. Acara tersebut diadakan di daerah Ungaran selama 2 hari 1 malam.
Saat keberangkatan, para panitia MPLS dibagi seturut jumlah bis. Mereka ditugaskan mendampingi peserta di setiap bis. Irfan mendapatkan tugas mendampingi bis kedua. Bis kedua berisikan anak-anak kelas X IPA 2. Ia segera naik ke bis. Dia melihat bangku di samping Sheren masih kosong.
"Halo, kosongkah?" tanya Irfan.
"Eh, iya kak," jawab Sheren.
"Boleh duduk di sini?" ujar Irfan.
"Boleh kak," sahut Sheren.
Irfan meletakkan tasnya di kabin. Ia pun duduk di samping Sheren. Sepanjang perjalanan, Dia dan gadis tersebut banyak mengobrol berbagai topik hingga soal percintaan. Dari obrolan tersebut, ia pun mengetahui kalau gadis tersebut tidak mempunyai pacar alias jomblo. Dia pun merasa ada peluang untuk mendapatkan hati gadis tersebut. Mereka menempuh perjalanan selama satu jam. Mereka pun tiba di tempat tujuan pukul sepuluh pagi.
"Kak, aku turun duluan, ya," kata Sheren.
"Oh iya, sini aku bantuin bawa barang," ujar Irfan.
"Gak usah, Kak," larang Sheren
"Gak papa, masa cewek bawa barang-barang banyak," kata Irfan
"Sudah, Kak, biar aku saja. Takut merepotkan."
"Gak merepotkan kok."
Irfan tetap memaksa membawakan barang bawaan Sheren ke lokasi kemping yang dituju. Setelah meletakkan barang bawaan gadis tersebut, dia segera menuju ke tenda panitia. Rupanya, dari tadi, kedua sahabatnya memperhatikannya membantu gadis tersebut. Begitu melihatnya datang, kedua sahabatnya pun segera menghampiri.
"Cie, belum apa-apa sudah dekatin anak kelas X aja nih," ujar Leon.
"Apa sih?" kata Irfan.
"Itu tadi, pakai bantu bawain barang segala," sahut Leon.
"Ohh itu. Dia tuh Sheren, anak temen bokap gue yang baru pindah ke Semarang," jelas Irfan.
"Ohh. Tapi, cantik juga, tuh anak. Kenalin gue dong, siapa tahu kan bisa jadi pacar gue."
"Enak aja," larang Irfan.
"Loh, kok lu ngelarang-larang. Kan, lu bukan siapa-siapanya dia?"
"Dia calon pacar gue tau."
"Kan, masih calon."
"Tetap aja, ga boleh."
Irfan pun meninggalkan kedua sahabatnya itu. Ia meletakkan barang-barangnya di dalam tenda. Kemudian, dia berjalan-jalan menuju ke sungai. Rupanya, di tepi sungai, ada Sheren yang lagi duduk. Seketika, dia pun langsung menghampiri.
"Hai, Sheren. Sendirian aja di sini?" sapa Irfan.
"Iya nih, Kak. Lagi ingin menyendiri saja, mumpung belum mulai acara," ujar Sheren.
"Aku temenin ya?" Irfan menawarkan diri untuk menemani.
"Boleh, Kak," sahut Sheren.
Karena sudah diizinkan oleh Sheren, Irfan pun duduk menemani di pinggir sungai.
"Sheren, kamu putus sudah lama dari pacar terakhirmu itu?" tanya Irfan tanpa basa-basi dulu.
"Emang kenapa, kak?" tanya Sheren balik.
"Gak apa-apa sih. Pengen tahu aja," ujar Irfan.
"Belum lama, sih, Kak. Sejak aku harus pindah ke Semarang dan kita tidak sanggup untuk LDR," jelas Sheren.
"Ohh, gitu. Kalau seandainya ada cowok yang nembak kamu, kira-kira, gimana?" tanya Irfan.
"Hmm. Aku sih belum pengen pacaran dulu lagi, Kak," ungkap Sheren.
"Kalau seandainya aku yang nembak gimana?"
"Ahh, ga mungkin lah kakak suka sama aku. Kakak kan, ganteng, pasti banyak diidolain cewek-cewek. Masa milih aku."
"Gak juga kok. Buktinya, aku masih jomblo."
"Hmm, tapi bisa kupertimbangkan, sih, Kak, kalau memang bener,"
"Oh, ya? Padahal, yang kukatakan tadi itu bener, loh, aku mau nembak kamu."
Sheren hanya tersipu-sipu malu.
"Gimana? Diterima, ga nih, cintaku?" tanya Irfan sekali lagi.
"Hmm, aku mau deh, Kak. Jadi pacar kakak," jawab Sheren.
"Benaran?" tanya Irfan memastikan.
Sheren hanya menganggukkan kepala. Irfan pun langsung girang kesenangan. Tanpa disadari, ia jatuh terpleset ke sungai. Gadis itu pun jadi panik. Kemudian, perempuan itu memanggil Pak Kuntoro dan panitia MPLS lainnya. Mereka pun menuju ke sungai. Mereka membantu mengangkat Irfan yang sudah mulai terseret arus karena saat itu arus sungai cukup deras sekali. Namun, Tuhan masih menghendaki cowok yang sekarang menjadi pacar gadis tersebut tetap hidup. Lelaki itu pun berhasil ditolong. Oleh beberapa orang, ia dibawa ke rumah sakit dalam keadaan tidak sadarkan diri. Sheren pun turut serta menemani hingga ke rumah sakit. Bahkan, gadis itu menelepon orangtua cowoknya tersebut. Cowok gadis tersebut tidak sadarkan diri hampir lima jam.
"Sheren..," kata Irfan sewaktu sadar.
Sheren bersama kedua orangtua cowoknya itu menghampiri.
"Fan, gimana kamu?" tanya mami Helena.
"Gak apa-apa, kok, Mi. Tadi, aku cuma kepleset terus kebawa arus," jawab Irfan.
"Itu salahku, Tan, ngijinin Kak Irfan menemaniku di pinggir sungai," sesal Sheren.
"Bukan salahmu, kok, Sheren. Gak usah merasa bersalah begitu," ujar Irfan.
Tidak berapa lama, dokter pun masuk ke dalam ruangan. Dokter tersebut mengatakan bahwa esok hari, Irfan sudah boleh pulang karena tidak ada permasalahan yang berat.
***
Keesokan harinya, Irfan pulang dari rumah sakit. Kepulangannya dari rumah sakit hanya dijemput oleh kakak pertama dan ayahnya. Ia pun segera pulang ke rumah. Tiba di rumah, ternyata ada Sheren dan om Yudi yang sudah menunggu bersama ibu dan kakak ceweknya.
"Halo, Fan, gimana kondisimu?" tanya om Yudi.
"Baik, kok, Om. Kemarin cuma pusing dikit saja," jawab Irfan.
"Ohh, oke deh," sahut Om Yudi.
"Ya sudah, Om. Aku ke kamarku dulu, ya. Aku mau istirahat lagi," kata Irfan.
"Oke. Sheren antar Irfan, gih, ke kamar," kata om Yudi.
Sheren pun mengantarkan Irfan ke kamar.
"Sher, bisa keluar sebentar ga?" pinta Irfan, "aku mau ganti baju dulu."
"Oke, Kak Irfan," jawab Sheren
Sheren pun keluar. Di kamar, Irfan berganti pakaian. Tidak lama, Irfan mengizinkan ceweknya tersebut untuk masuk. Perempuan itu pun kembali masuk ke kamar. Dalam kamar, wanita itu ditanya kembali mengenai jawaban pertanyaannya sebelum pingsan.
"Sher, sebelum aku jatuh, benar kan yang kamu katakan?" tanya Irfan.
"Benar, kak. Aku mau, kok, jadi pacar kakak," kata Sheren.
Irfan pun merasa senang. Ia pun langsung mencium kening ceweknya itu. Sheren pun tersipu malu ketika dicium. Untuk menghindari kebablasan, Irfan pun menyudahi aksi menciumnya. Maklum, ia adalah orang yang mudah terpancing untuk nafsu. Ia dan ceweknya pun mengobrol dan bercerita hingga tidak terasa ia ketiduran. Setelah cowoknya tertidur, Sheren pun keluar dari kamar menuju ke lantai satu.
"Gimana, Sher, si Irfan?" tanya Mami Helena.
"Sudah tidur sekarang, Tan," kata Sheren.
"Ohh, oke deh."
Belum selesai mengobrol, tiba-tiba Sheren dan papanya berpamitan pulang. Ibu cowoknya pun kaget dan langsung berkata, "Loh, gak makan siang di sini dulu aja?"
"Gak usah deh, Tan. Kasihan mama, menunggu di rumah sendirian,"
Sheren dan papanya pun bergegas pulang ke rumahnya.
Irfan tertidur cukup lama. Ia terbangun sudah pukul tiga sore karena perutnya merasa lapar. Dia pun bangkit dari tempat tidur. Ia segera mencari Mami Helena.
"Mi, ada makanan, gak?" tanya Irfan.
"Kamu, nih. Bangun-bangun cuma cari makan," ujar Mami Helena.
"Lapar, mi. Tadi siang, kok, aku gak dibangunin," ujar Irfan.
"Abis kamu pules banget tidurnya, mami gak tega banguninnya," kata Mami Helena.
"Sheren mana, Mi?" tanya Irfan lagi.
"Sudah pulang. Om Yudi dan Sheren pulang tidak lama kamu tertidur," jawab Mami Helena.
"Oh, ya sudah. Mi, makanannya mana?"
"Tuh, kamu ambil saja di lemari. Tadi, Bi Iyah masak makanan kesukaanmu, Sop Iga."
Irfan segera mengambil piring dan makanan. Ia makan dengan lahapnya sehingga tidak sadar kedua sahabatnya menghampiri di meja makan.
"Fan," teriak Yuno.
"Eh, lu berdua. Ada apa nih?" tanya Irfan.
"Udah sembuh, lu?" tanya Leon.
"Sudah, bro," jawab Irfan.
"Omong-omong, enak tuh makanannya," kata Yuno.
"Ya udah, ikutan makan aja kalian," ujar mami Helena.
"Ah tante, jadi ga enak," kata Yuno.
"Gak apa-apa, sekalian temenin Irfan makan,"
Kedua sahabat Irfan pun mengambil makanan. Mereka bertiga makan di ruang makan. Setelah makan, mereka bertiga menuju ke kamar Irfan.
"Fan, omong-omong, kemarin ini, kok, bisa-bisanya lu kepleset? Ada apa?" tanya Leon kepo.
"Ceritanya panjang," kata Irfan.
"Ya sudah, cerita saja!" ujar Yuno.
"Jadi, gini. Gue kan nyamperin Sheren anak kelas X tuh di pinggir sungai," kata Irfan.
"Ohh, cewek itu," potong Leon.
"Lu udah nyela aja, tunggu Irfan kelar cerita kek," sahut Yuno.
"Sudah-sudah. Mau gue lanjutin nggak, nih?" kata Irfan.
"Mau-mau. Ayo dilanjutin!" seru Leon.
"Nah, terus, gue kan sudah tahu tuh, kalau dia jomblo. Kemarin, ceritanya gue nembak dia, eh, diterima loh. Gue jadi kesenangan. Eh, ga sadar, gue kepleset deh," cerita Irfan sambil menyengir.
"Yahhh, lu udah nyolong start duluan nembak dia. Lu saja belum kenalin ke gue," gerutu Leon.
"Justru itu, sebelum kebalap lu, jadi gue start aja duluan, hehehe," ujar Irfan.
"Hmm, dasarrr. Ya udah, selamat ye, sudah punya pacar baru," sahut Leon.
Mereka bertiga pun ngobrol sambil main PS di kamar Irfan. Hingga tak terasa, waktu sudah larut malam. Kedua sahabatnya pun akhirnya pamit pulang.
"Fan, gue sama Yuno pamit, ya," kata Leon.
"Yahh, lu berdua gak nginep aja?" tanya Irfan.
"Gak ah, Fan. Nanti gue dicariin bokap nyokap gue," kata Yuno.
"Ya sudah kalau begitu," kata Irfan.
Kedua sahabat Irfan pun pulang ke rumah masing-masing.
Nantikan ya di part IInya yang akan segera diupload..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar