Bab 2
Ternyata.. Oh Ternyata..
Sejak perkenalan itu, aku agak sedikit merasa lega tidak penasaran lagi. Beberapa hari kemudian, tepat hari Sabtu, pagi itu saya libur kerja. Saya pun hanya rebahan di kamar saja. Kemudian saya berpikir untuk whatsapp Clara.
“Selamat pagi, bu guru,” ketik aku dalam pesan di whatsapp
Cukup lama tak dijawab. Namun tak berapa lama, terdengar bunyi pesan masuk. Aku pun segera membukanya.
“Selamat pagi. Ini siapa ya?” demikian isi pesan balasannya.
“Masa bu guru lupa sih. Ini, Deva, kakaknya Indra,” balasku.
“Oh, Deva. Ada apa ya?”
“Malam ini, ada acara ga?”
“Hmm.. aku ud ada acara sama temenku. Maaf ya Deva,”
“Oh ya sudah. Lain waktu, aku ajak keluar mau ya,”
“Boleh,”
***
Di sisi lain.
“Siapa sayang yang whatsapp kamu?” tanya tunangannya Clara. Ya, Clara memang sudah bertunangan dengan Aldo. Namun, sebenarnya dia terpaksa bertunangan karena perjodohan. Clara sebenarnya tidak suka karena sifat Aldo yang temperamen dan suka kasar.
“Ini biasa kakaknya murid aku di sekolah, sayang,” jawab Clara.
“Ohh. Nanti malam jadi kan?”
“Jadi, di cafe biasa,”
“Ok nanti kamu aku jemput jam stgh 7 malam ya,”
***
Sementara itu, di rumahku. Selesai whatsapp, aku ganti baju dan ke luar kamar kemudian turun.
“Mi, Pi, aku ke bengkel dulu, ya. Mau cuci mobil,”kataku. Ya, pagi itu, aku memang niat mau cuci mobil karena sudah lama mobilku tidak dicuci.
“Iya,” kata ayahku.
“Mas, mau ke mana?” tiba-tiba Indra nyamber begitu aja.
“Mau ke bengkel,” kataku.
“Ikut dong mas, aku sekalian mau ambil motorku. Kemarin, katanya ud selesai,” kata Indra.
“Ya udah, ayo..,”
“Bentar mas, aku ambil kunci motorku dulu,”
“Ok, mas tunggu di luar ya..,”
“Iya mas..,”
Aku pun beranjak keluar. Sementara, Indra mengambil kunci motornya. Tidak berapa lama, Indra keluar rumah menghampiriku. Aku segera meluncur ke bengkel.
***
Di bengkel.
“Bang Imron, aku nyuci mobil ya,” kataku.
Bang Imron ini adalah tukang bengkel langganan keluargaku.
“Iya, Va. Taruh situ aja dulu, abang masih ngurusin ini dulu bentar,” kata Bang Imron.
Aku pun memarkirkan mobilku di tempat yang dimaksud Bang Imron.
“Bang, kalau motor saya di mana?” tanya Indra.
“Tuh di dalem udah bener. Kamu tanya aja sama Bang Amri di dalem,” kata Bang Imron.
Tanpa basa basi, Indra ngeluyur aja pergi masuk ke dalam. Memang kebiasaan adikku seperti itu.
“Bang Amri, motorku mana?” tanya Indra.
“Tuh,” kata Bang Amri sambil menunjuk ke arah motor putih di pojok.
Indra pun segera mengambil motor dan menstarternya.
“Wuih mantap, udah enak nih,” ujar Indra.
“Bang Amri, nanti uangnya sama Mas Deva ya,” kata Indra. “Mas, bayarin ya,” lanjut Indra sambil ngeluyur pergi.
“Eh ga sopan,” kataku.
Ya, itulah adikku. Tapi ya sudahlah memang begitu kelakuan adikku. Selang 1 jam kemudian, mobilku sudah kelar dicuci. Aku pun segera membayar termasuk uang service motor adikku. Aku pun segera pulang ke rumah.
***
Tiba di rumah.
“Va, Indra mana? Bukannya tadi bareng kamu,” kata ibuku.
“Tahu tuh, tadi dari bengkel langsung ngeluyur gitu aja,” kataku.
“Dasar tuh anak ya, memang bandel. Motornya betul langsung ngeluyur lagi,” kata ibuku agak kesal.
“Udahlah, mi. Biarin aja, maklum anak remaja masih suka begitu,”
“Ya sudah. Kamu makan dulu gih. Daritadi belum makan, kan?”
“Oia, belum mi. Ya sudah, Deva makan dulu ya..,”
“Ya sudah sana. Papi juga lagi makan,”
Aku segera menuju ke ruang makan.
***
Di ruang makan.
“Eh, Va. Sini makan dulu,” ajak ayahku.
“Iya pi,” sahut aku.
“Va, kamu kan ud cukup umur. Kok, papi lihat kamu belum punya pacar,”
“Apaan sih papi nih? Deva kan masih mau fokus sama pekerjaan dulu,”
“Jangan terlalu fokus. Kamu kan juga harus berkeluarga mempunyai keturunan. Papi kan juga udah pengen nimang cucu,”
“Udah ah pi. Jangan omongin soal itu. Deva mau makan dulu,”
Aku pun makan dan tak menggubris lagi ocehannya ayahku.
***
Sore hari. Tiba-tiba ponselku berdering.
“Halo, Va,” kata suara di ujung telepon sana.
“Iya, halo. Ini siapa ya?” tanyaku.
“Masa kamu gak kenal suaraku. Ini aku Melvi,”
“Melvi??”
Melvi itu adalah mantan pacarku waktu SMA dulu. Namun, kami putus karena Melvi harus pindah ke Singapura dan kuliah di sana. Kami pun lost kontak satu sama lain.
“Iya, ini Melvi,” kata Melvi di telepon.
“Eh, kok kamu tahu nomerku dari mana?” tanyaku.
“Aku dapet dari Indra. Tadi, aku ketemu adikmu di Mall,”
“Loh, kamu di Jakarta?”
“Iya, aku udah balik ke Jakarta,”
“Dari kapan? Sekarang kerja di mana?”
“Dari sebulan yang lalu. Sekarang, aku kerja di perusahaan Advertising. Terus kamu kerja di mana?”
“Kantorku di Sudirman, perusahaan Advertising juga,”
“Oh, sama dong. Berarti kita jodoh kali ya, hehehe.. Cuma kalo kantorku di daerah Kebayoran,”
“Ohhh,”
“Va, nanti malem ada acara ga?”
“Gak tuh,”
“Ketemuan yuk. Di cafe Semeru,”
“Boleh. Ketemu aja langsung di sana ya jam 7 malem,”
“Ok,”
***
Malam harinya. Sesuai janji tadi sore, aku menuju ke Cafe Semeru. Sampai di sana, Melvi sudah menunggu.
“Va..,” kata Melvi.
“Hei..,” kataku.
“Aku kangen tahu sama kamu. Duduk sini, Va,”
Aku pun duduk di tempat yang sudah dipesan oleh Melvi.
“Mau pesen apa?” tanya Melvi.
“Hmm, Ice Blended Cappucino aja sama French Fries,”
“Ok,”
Melvi pun memesan makanan. Sambil menunggu pesanan.
“Va, gimana kabarmu?” tanya Melvi.
“Baik,” jawabku.
“Ud punya pacar lagi?”
“Belum,”
“Sama dong. Aku juga belum punya pacar lagi,”
Selang beberapa lama. Aku terperangah ke satu titik. Aku melihat Clara memasuki cafe bersama cowok.
“Kamu ngelihat apa sih Va?” tanya Melvi.
“Itu,” kataku sambil menunjuk ke arah pintu.
“Hmm. Bentar deh, aku kayaknya kenal deh. Itu kan Aldo. Fransiskus Reynaldo. Temen kuliahku di Singapura,”
“Kamu kenal cowok itu?”
“Kenal. Tak panggil ya, kita ajak makan bareng di sini aja,” kata Melvi. “Aldo…,” teriak Melvi.
Aldo pun menoleh dan menghampiri meja kami.
“Hei, Mel..,” kata Aldo.
“Hei.., siapa nih?” tanya Melvi menunjuk ke arah Clara.
“Oia, kenalin ini Clara, tunangan gw,” kata Aldo.
Mendengar kata tunangan. Hatiku bak disamber petir di tengah siang bolong. Putus sudah harapanku.
“Oia, Do. Kenalin nih temen gw, Deva,” kata Melvi memperkenalkanku.
“Oh ini Deva, mantan lw yang sering lw ceritain,” kata Aldo.
Melvi pun hanya nyengir. Kami pun duduk di meja bersama. Kemudian, kami makan sambil mengobrol juga. Waktu pun sudah hampir larut, lalu kami kembali pulang ke rumah kami masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar