Terjemahkan

Jumat, 26 Juni 2020

Archie - Part I

cover-archie


Dua puluh lima tahun yang lalu, terdapat sepasang kekasih bernama Dina dan Jeffry. Mereka berdua belum menikah, namun, sungguh disayangkan, tindakannya kebablasan sehingga mengakibatkan sang wanita hamil di luar nikah. Orangtua perempuan itu sangat malu dan terpukul. Mereka tidak bisa menerima lelaki yang telah menghamili anaknya. Perempuan itu pun dibawa oleh mereka ke luar negeri. Sehingga, lelaki itu pun tidak dapat berkomunikasi dengan anak mereka.
Sepeninggalan Dina, Jeffry menjadi uring-uringan dan hampir saja menjadi gila karena stress. Namun, orangtuanya, Ibu Halimah dan Pak Ponco tetap menghibur anak lelakinya yang patah hati itu. Akhirnya, lama kelamaan, sang lelaki itu bisa menerima keadaan dan pulih dari stress. Namun, tetap saja, pria tersebut selalu tidak mau menikah kalau tidak dengan perempuan pujaan hatinya. Setiap wanita yang selalu dijodohkan oleh orangtua lelaki tersebut selalu ditolak mentah-mentah. Hingga orangtua pria tersebut pun menyerah dan membiarkannya serta tidak memaksa anaknya itu untuk menikah.
Beberapa minggu kemudian, di Singapura, Dina hendak dinikahkan dengan seorang konglomerat, bernama Carlos. Wanita itu tidak mau dinikahkan dengan lelaki yang dipilihkan oleh orangtuanya. Sehingga, perempuan itu pun kabur meninggalkan Singapura menuju ke Indonesia. Akan tetapi, di Indonesia, sang wanita itu tidak tahu harus ke mana dia akan pergi. Jika perempuan itu pergi ke rumah lama, tentu sangat tidak mungkin karena pasti akan ketahuan. Apalagi kalau dia pergi ke rumah pujaan hatinya selama ini, kalau bapak perempuan itu sampai mengetahuinya, cowok itu bisa habis dipukuli.
Setiba di Indonesia, Dina memutuskan untuk naik bis pergi ke Sukabumi, kampung halaman neneknya. Namun, ketika tiba di terminal Sukabumi, dia yang dalam kondisi hamil itu pingsan di terminal karena seharian belum makan. Kang Syamsul yang kebetulan lewat, melihatnya pingsan. Karena kasihan, lelaki itu pun langsung menolongnya. Pria itu segera memasukkan perempuan tersebut ke mobil pickup. Kemudian, laki-laki itu langsung menuju ke rumah. Tiba di rumah, pria itu langsung membopong wanita tersebut masuk ke rumah. Sang istri lelaki tersebut melihat dan menghampiri.
"Ieu teh saha, Kang?" tanya sang istri.
"Ieu, akang tadi teh ngeliat di terminal, lagi pingsan. Akang teh kasihan. Jadi akang bawa saja ka imah," kata Kang Syamsul, "ayo, cepet bantu akang, buka panto kamar sebelah!" 
"Iya, kang," ujar sang istri.
Kang Syamsul membaringkan perempuan yang dibopongnya itu di tempat tidur. Lelaki itu pun meminta istrinya untuk mengambilkan minyak kayu putih. Sang istri pun mengambilkan. Kemudian, lelaki itu segera menghirupkan minyak kayu putih ke hidung wanita yang pingsan tersebut. Tak berapa lama, perempuan itu sadar dari pingsannya.
"Ini, aku dimana, ya?" tanya Dina kebingungan.
"Kamu teh lagi di imah abdi," jawab Kang Syamsul.
"Kamu siapa?" Dina pun kebingungan dengan sosok pria yang menjawab pertanyaannya.
"Aku Kang Syamsul. Tadi, aku melihat kamu, pingsan di terminal. Jadi, aku bawa saja kamu ke sini," jelas Kang Syamsul.
Dina masih merasa pusing sehingga dia tidak mampu menjawab apa-apa lagi.
"Kamu tadi sedang apa di terminal?" tanya Kang Syamsul.
"Tadinya, aku berencana ke kampung halaman nenek. Namun, entah mengapa, kepala tiba-tiba pusing. Lalu, aku tidak tahu apa-apa lagi sampai sekarang tahu-tahu ada di sini," jelas Dina.  
"Apakah kamu belum makan sebelumnya?" tanya Kang Syamsul lagi.
"Belum, Kang," jawab Dina.
"Pantas saja, kepalamu pusing dan pingsan," ujar Kang Syamsul, "ya sudah, aku ambilkan makan, ya,"
"Gak usah, Kang, aku gak lapar," sahut Dina.
"Ya, jangan atuh, nanti pingsan lagi. Kamu harus makan. Apalagi, akang lihat kamu lagi hamil begini, kasihan nanti jabang bayinya," paksa Kang Syamsul.
Dina pun hanya diam saja. Ia tidak berani membantah perkataan pria yang menolongnya itu.
"Coba, ambilkan makanan di dapur," perintah Kang Syamsul kepada istrinya.
"Iya, Kang," sahut sang istri.
Istri Kang Syamsul mengambilkan makanan di dapur. Kemudian, dia kembali lagi ke kamar dengan membawa sepiring nasi dan lauknya. Perempuan itu pun memberikan makanan kepada suaminya. Suaminya pun menerimanya. 
"Ayo, neng, dahar heula," kata Kang Syamsul.
Dina tidak merespon ajakan Kang Syamsul.
"Atau mau disuapin saja sama istri akang," kata Kang Syamsul.
Dina tetap diam saja.
"Coba, disuapin aja, neng ini!" perintah Kang Syamsul kepada sang istri.
"Iya, Kang," Istri Kang Syamsul langsung menuruti apa yang diperintahkan.
Kang Syamsul memberikan kembali piringnya kepada sang istri. Kemudian, pria tersebut keluar dari kamar untuk berganti pakaian di kamar satunya. Istri Kang Syamsul pun menyuapkan makanan ke Dina. Akan tetapi, Dina tetap saja tidak mau membuka mulut.
"Ayo, neng, makan dulu," kata istri Kang Syamsul.
Dina diam saja. Ia malah menangis.
"Neng, teh kenapa? Kok malah nangis? Abdi teh jadi bingung," tanya istri Kang Syamsul.
"Aku sedih," jawab Dina.
"Sedih, kenapa atuh? Ayo, Neng, carita wae ka abdi!" ujar istri Kang Syamsul, "oh iya, nami abdi Minah, biasa dipanggil Teteh Minah."
"Sebenarnya aku, tuh, kabur dari orangtua, karena mau dijodohkan. Diriku tidak mau, Teh. Sehingga memilih kabur. Sebenarnya, aku sudah punya jodoh sendiri, namun orangtua tidak menyetujui karena cowok itu sudah menghamiliku. Tapi sebenarnya, kami berdua saling cinta," cerita Dina.
Teteh Minah hanya menganggukkan kepala. Kemudian, perempuan itu berkata, "Apa neng mau tinggal di sini aja dulu buat nenangin diri?"
"Kalau dibolehkan sih, Teh," jawab Dina.
"Boleh, kok. Kebetulan kamar ini memang kosong," Teteh Minah mengizinkan Dina untuk tinggal di rumahnya.
"Terima kasih, Teh," ucap Dina.
"Iya, sama-sama. Oia, nama eneng teh, saha?" tanya Teteh Minah.
"Dina, Teh," jawab Dina.
"Ohh. Ya sudah, sekarang Neng Dina makan dulu, kasihan atuh orokna," ujar Teteh Minah.
"Iya, Teh," sahut Dina.
Akhirnya, Dina mau makan juga. Ia makan sendiri. Teteh Minah pun keluar dari kamar itu. Ia menuju ke arah dapur. Kang Syamsul yang baru kelar berganti pakaian keluar dari kamar. Ia keluar kamar berpapasan dengan istrinya yang hendak menuju dapur. Kang Syamsul pun langsung berkata, "Gimana, Minah? Mau makan orangnya?"
"Mau, kang," jawab Teteh Minah.
"Oh, syukurlah," sahut Kang Syamsul.
"Oia, Kang. Neng Dina itu berencana mau tinggal di rumah ini," ujar Teteh Minah.
"Neng Dina? Saha eta teh?" cecar Kang Syamsul.
"Orang yang akang tolong itu. Namanya neng Dina," jelas Teteh Minah.
"Ohh," sahut Kang Syamsul.
"Boleh kang, neng Dina nginep di dieu?" tanya Teteh Minah.
"Boleh atuh. Masa teu dibolehkeun," jawab Kang Syamsul.
"Ya sudah, Kang," sahut Teteh Minah, "Minah mau nyuci piring heula di dapur."
"Iya, akang juga mau ngagoler di kamar," ujar Kang Syamsul.
Malam itu, Dina diizinkan tinggal di rumah Kang Syamsul. Hari berganti hari, tak terasa perempuan itu sudah tinggal di sana selama 3 hari. Lama kelamaan, wanita itu merasa tidak enak hanya menumpang saja. Dia pun turut membantu pekerjaan istri orang yang sudah menolongnya itu dengan menjadi petani di sawah walaupun kondisi sedang hamil. Istri orang tersebut sebenarnya melarang perempuan itu untuk membantu. Namun, sang wanita itu selalu memaksa. Akhirnya, perempuan desa itu mengizinkannya dengan catatan dia hanya boleh mengerjakan tugas-tugas yang ringan saja. 
Setiap pagi, Dina bersama Teteh Minah pergi ke sawah. Sawah istri Kang Syamsul itu tidak jauh letaknya dari rumah. Sementara, Kang Syamsul sendiri bertugas mengantar hasil pertanian warga ke kota dengan mobil pickup. Walaupun, terkadang, pria itu juga membantu di sawah apabila tidak sedang musim panen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar