Erwin akan mengakhiri masa liburannya di Makassar.
Erwin dan Imelda akan terpisah kembali oleh Selat Makassar yang membentang luas. Apakah cinta mereka akan bertahan?
Singkat cerita, masa liburanku di Makassar sudah berakhir. Selama liburan di Makassar, diriku banyak jalan bersama dengan Imelda. Hari terakhir di Makassar, aku berpamitan dengan Imelda dengan menghampiri di kostan.
"Sayang, aku kembali ya, ke Pontianak," ujarku.
"Ya, baru sebentar," sahut Imelda.
"Iya, kalau kelamaan, nanti aku gak kerja-kerja, dong," kataku.
"Kerja di sini saja, sayang," rayu Imelda.
"Tidak, ah. Kasihan kedua orang tuaku, nanti kalau kangen bagaimana, hehehe," kataku, "next, aku ke sini lagi, kok, tenang saja,"
"Iya, sayang," kata Imelda, "Sering kabar-kabari, ya!"
"Iya, aku pasti sering mengabari kamu," ujarku.
"Oke," sahut Imelda.
"Ya sudah, aku jalan, ya, nanti ketinggalan pesawat lagi," pamitku sekali lagi.
"Iya, sayang. Hati-hati di jalan," pesan Imelda.
"Oke," sahutku.
Kucium pipi Imelda sebelum pergi. Kemudian, aku keluar dari kostan Imelda. Kunaiki taksi online yang sudah dipesan. Taksi online pun melaju dengan kencang menuju ke Bandara Hassanudin.
Hari itu, aku kembali menuju ke Pontianak dengan menggunakan pesawat. Setelah berlibur, kumulai mencari lowongan pekerjaan. Begitu banyak surat lamaran yang kuajukan ke berbagai perusahaan. Namun, dari sekian banyak lamaran, ternyata hanya satu perusahaan yaitu perusahaan komestik yang menghubungiku. Aku pun dipanggil untuk wawancara. Beberapa hari kemudian, aku pun diterima bekerja di situ.
Lokasi kantor tempat kerjaku ternyata lebih dekat ke rumah orangtua daripada kostan. Maka, aku kembali tinggal bersama orangtua. Orangtuaku memang tergolong kaya. Segala fasilitas diberikan. Begitu juga, segala keinginan pasti selalu dituruti. Walau begitu, aku tetap berjuang sendiri dan tidak bermanja-manja dengan segala fasilitas yang ada.
Malam hari, setelah berhasil diterima dalam pekerjaan, aku menghubungi Imelda. Segera saja kubuka layar handphone dan mencari nomor teleponnya, kemudian melakukan panggilan ke nomornya. Terdengarlah suara yang mengangkat panggilan telepon.
"Halo," sapa Imelda.
"Halo, Imel," balasku.
"Iya, sayang. Ada apa, ya?" tanya Imelda.
"Aku cuma mau mengabarkan ke kamu. Kalau aku sudah diterima bekerja," ujarku.
"Wah, selamat ya, sayang," ucap Imelda, "bekerja di perusahaan apa?"
"Perusahaan komestik," jawabku.
"Wah, mantap deh," puji Imelda.
"Sayang, sudahan ya, teleponnya. Aku cuma mau kasih tahu itu saja dulu. Besok-besok, aku telepon lagi. Soalnya, aku besok harus bangun pagi mau urus pindahan," kataku menyudahi percakapan.
"Loh, kamu pindah ke mana?" tanya Imelda.
"Pindah ke rumah orang tua lagi," jawabku.
"Ohh, kenapa gitu?" tanya Imelda lagi.
"Kantorku nanti lebih dekat dari rumah orang tua," terangku.
"Oh, ya sudah," sahut Imelda, "salam ya, buat mama dan papamu."
"Iya, nanti aku sampaikan," janjiku.
Telepon pun diakhiri. Kuletakkan handphone di samping kasur. Aku pun segera tidur.
Keesokan harinya, aku mengepak seluruh barang-barang. Tak lama, mobil pickup bersama Papa Nico datang untuk membantu pindahan. Hari itu, secara resmi, diriku pun pindah dari kost dan kembali tinggal bersama orangtua.
Keesokan harinya lagi, kumulai bekerja untuk hari pertama di kantor. Hari pertama di kantor dengan mudah dilalui tanpa ada kendala.
Hari demi hari berlalu, tidak terasa sudah saatnya menerima gaji pertama. Gaji pertama sebagian kutabung dan sebagian lagi dipakai untuk kebutuhan pribadi dan memberi kepada orangtua. Setelah beberapa bulan, tabungan pun sudah penuh dan dirasa sudah cukup untuk membeli mobil. Maka, aku pun membeli mobil sendiri dari hasil tabungan. Sisa tabungan yang ada dipakai untuk mulai mencicil membeli rumah. Ya, rumah yang akan ditempati setelah kami menikah.
Erwin sudah mulai bekerja dan pastinya mulai sibuk dengan berbagai pekerjaannya.
Namun, apakah itu akan menghalangi hubungannya dengan Imelda?
Nantikan dalam part berikutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar